Minggu, 28 Desember 2008

Palestina! Palestina!



aku melihat palestina yang terluka
dan berdarah lagi

israel baru saja mengirim pesawat pembom F16
yang berisi malaikat pencabut nyawa
ke jalur gaza
hingga 270 orang mati
di gaza city

aku melihat palestina terluka teramat dalam
oleh tentara-tentara ehud olmer,
ehud barak, dan tzipi livni
dan 700 orang terluka lagi
bermandi darah lagi

tahun baru
membawa luka baru
meski yasir arafat dan isaac rabin
pernah bersalaman
di depan bill clinton
di tahun 1993

tapi apa arti salam-salaman simbolik itu?
apa arti senyum simbolik amerika itu?

mahmoud abbas, apa katamu
setelah ratusan jiwa mati lagi?
ismail haniyah, haruskah ada yang mati lagi?

perang ini mengisi sejarah sepanjang hidupku
sebelum aku lahir hingga kiamat nanti
perang ini akan terjadi lagi
dan lagi dan lagi…

masih mujarabkah doa?
masih berartikah airmata?

aku tak habis pikir
kenapa PBB tak mengirimkan pasukan perdamaian
di jalur gaza,
tepi barat,
dan yerusalem?

Kenapa?


Citayam, 28 Desember 2008
Asep Sambodja

Jumat, 26 Desember 2008

Desember Mengantarmu Pergi




: in memoriam Ismail Marahimin

desember ini hujan tak pasti
cuaca sering berganti sesuka hati

tapi kau pergi
kau pergi juga di desember ini

mungkin tak ada yang ingin
meninggalkan bunga-bunga yang belum bersemi
tapi kau menulis puisi
dan pergi dari sini

kenapa selalu ada yang pergi
sebelum tahun berganti
sebelum pagi
sebelum kucium tanganmu sekali lagi

biasanya kutunggu berita pagi
tapi bukan ini
bukan lagi kau pergi
untuk tak kembali

malam,
kabarkan aku kabut hitam
kabut hitam yang tipis
yang menahan gerimis
agar tak menangis


Citayam, 26 Desember 2008
Asep Sambodja

Selasa, 23 Desember 2008

Ode buat Carla Bruni



paris adalah keterbukaan
paris adalah panorama tanpa kelambu
kaukah itu, carla?

dengan apa lagi mesti dijelaskan
bukankah semua sudah benderang
sejak sarkozy meminangmu?

kenapa harus carla?
kenapa persoalkan masa lalu
bukankah sejarah adalah sesuatu yang telanjur
dan hanya sekali lewat?

carla bruni, carla bruni
apa arti ibu negara bagimu
selain gincu dan gula-gula?

sudahlah carla
sesuatu yang telanjur
biarlah berlalu
biarlah berlalu

paris adalah carla
yang telanjang
di bawah menara eiffel
yang tegang
dan kaku berdiri

sudah lama sekali
sudah lama sekali

tapi tubuhmu jadi menu politik
yang empuk
untuk goyang sarkozy
hingga terkapar
dan tak berdaya
sama sekali

carla bruni, carla bruni
paris adalah tubuh
yang saling menelanjangi

fotografer
wartawan
politikus
media massa
uang
pasar
pelukis
pedagang
penyair
semua
ingin
menelanjangimu, carla

jangan menangis, carla

yang disoal
adalah yang telanjur
dan yang sudah


Citayam, 23 Desember 2008
Asep Sambodja

Jumat, 19 Desember 2008

Sepatu buat Bush


dua juta rakyat Irak yang mati
kini menjelma sepatu
yang ingin mencium mukamu, Bush

kau menolak ciuman itu
kau memalingkan wajahmu, Bush
karena yang ingin menciummu
hanyalah sepatu
hanya sepatu!

apa yang berharga pada wajahmu, Bush?
hingga sepatu demikian bernafsu
untuk menciummu
dan mungkin menidurkanmu
selama-lamanya

apa yang berharga dari kekuasaanmu, Bush?
kalau pada akhirnya
kado yang terbaik untukmu hanyalah sepatu
yang akan melekat di wajahmu
di wajahmu!

dua juta rakyat Irak yang mati
oleh pasukan yang kau kerahkan ke ladang minyak itu
kini menjelma sepatu
yang meruntuhkan harga dirimu
sebagai seorang laki-laki.

Citayam, Desember 2008
Asep Sambodja

Sabtu, 13 Desember 2008

Hobi Presidenku






















Presiden pertama
Ternyata suka kawin
Lagi dan lagi...

Presiden kedua
Ternyata suka mancing
Walau air keruh

Presiden ketiga
Ternyata suka tinggal di Jerman
Ketimbang di Citayam

Presiden keempat
Ternyata suka jalan-jalan
Sambil berteka-teki

Presiden kelima
Ternyata suka diam
Ada atau tak ada masalah

Presiden keenam
Ternyata suka menyanyi
Sambil berantas korupsi

Apakah presidenku nanti
Menyantuni fakir miskin
Dan anak-anak telantar?

Citayam, 2008
Asep Sambodja

Sabtu, 06 Desember 2008

Requiem: Atjeh 041226






sungguh singkat ini cerita
sesingkat hidup di dunia


sungguh tragis ini berita
tsunami sapukan satu bangsa

sungguh dalam ini derita
seperti luka tak ada habisnya



Citayam, Desember 2004
Asep Sambodja

Puisi Buat Kang Bondet




kang, cerita malin kundang
yang kita dengar
berabad-abad lalu
harus ditafsir ulang
mulai detik ini
saat kau rayakan
ulang tahunmu

cerita itu
sarat dominasi perempuan
terhadap laki-laki

biarpun laki-laki merantau
biarpun laki-laki berburu
biarpun laki-laki berhasil
biarpun laki-laki maju
biarpun laki-laki sukses di rantau
toh ia jadi batu

Jadi batu!

oleh seorang perempuan tua...


Citayam, 2008
Asep Sambodja

Rabu, 03 Desember 2008

Kabar buat Aulia




kau memang kawan yang baik, aulia
kau selalu minta kabar baik dariku
jarang ada orang sepertimu

hampir setiap malam kau pun menyapaku
hanya kata-kata indah yang keluar dari hatimu
betapa senangnya aku padamu

kini aku bersaksi:
di malam jumat itu
ketika kau menyapa
aku tengah membaca
novel tebal
hingga ludes dalam semalam
ya, dalam semalam!

kini kau pun tahu
setelah kau cerita makan lasagna
kau dengar tawa
dua malaikat di sampingku, haha

“Terus... terus...
kalian bersenang-senang terus ya,”
katamu
seperti suara gerutu
dari mulut penuh cerutu

tidak aulia,
kami tidak bersenang-senang
kami hanya ikuti titahmu
dari jazirah para nabi itu
kami berlatih sampai berdarah-darah
sampai tepar
sampai lapar…

sampai pada suatu malam
muncul seorang perempuan berdaster
dan nobra
dan berteriak:

“Woi, berisik, ganggu orang tidur saja!”


Citayam,
malam-malam menjelang pementasan Dhemit

yang penuh makna. 2008.
Asep Sambodja

Minggu, 30 November 2008

Tentang Teater UI




kita tak pernah tahu kenapa kita ada di sini
seperti adam yang turun ke bumi
karena salah membaca buah kuldi
tapi kenapa kita di sini?

aku pun tak tahu apa ini artinya
apakah wajah-wajah yang ada di sini
semuanya ingin mencari kembali surga yang hilang?
aku tak yakin, sama tak yakin akan pengetahuanku yang minim
kenapa di sini

tapi aku coba selami wajah-wajah yang setiap saat
kupakai sebagai topeng di panggung
dan topeng di panggung kehidupan
apa yang kudapati sungguh membuatku semakin tak percaya
wajah-wajah itu
topeng-topeng itu
ternyata hanya jelmaan hati
hanya gambaran hati
yang gebalau ini

aku bercermin pada topeng-topeng yang menggantung
di langit-langit panggung
kutemukan wajahku yang koyak-moyak di situ
kutemukan hatiku yang menangisi surga
yang lama ditinggal adam
menangisi kekasih
yang tiba-tiba lupa menari

aku teringat malam
yang selalu menemani panggung-panggung yang kosong
jiwa-jiwa yang kosong
hati yang cemas
puisi yang malang

aku teringat malam...


Depok, 21 Desember 2005
Asep Sambodja

Sabtu, 22 November 2008

Sajak Kangen Tiba-tiba




aku tahu waktu akan terus berdetak
menuju penanggalan yang bertanda lingkaran merah
tapi kenapa kangen ini seperti tak sabar
ingin segera bertemu kawan lama: PISANG

adakah ia kangen padaku?
ah, aku tak peduli
duduk dekat dengannya saja aku sudah bahagia
meskipun kami sama-sama menyanyikan lagu luka
diiringi petikan gitarmu

“akule... lakitakmungkin mene... rimamubila
ternyata kaumendua membuatku terluka...”

aku merasa hidup semakin berwarna

Citayam, 2008
Asep Sambodja

Selasa, 18 November 2008

Tempo Menggambar Bakrie





pada mulanya adalah kata
lalu terbaca berita

ketika kau tulis wangi bunga
setiap bibir kan tersungging

ketika kau tulis luka
maka ada hati yang tersinggung

tapi kata harus dituliskan
agar keindahan bisa terbaca
agar luka tak sia-sia

dan selalu saja
tak ada kata akhir
dalam perjuangan

Citayam, 18 November 2008
Asep Sambodja

Senin, 17 November 2008

Eros Djarot, Lastri, dan Indonesia


kita ternyata
harus berjuang mati-matian
untuk berkarya
di negeri sendiri

barangkali orang-orang takut
pada kebenaran
atau takut
pada kenyataan
hingga Lastri dibungkam
dan dikebiri lagi
dikebiri dari dulu hingga kini

terlalu banyak orang-orang bodoh
terlalu banyak yang buta
mata dan hatinya
dan pikirannya

aku tak peduli
pada semua itu
kuharap kau pun begitu, Eros

hanya ingin kukatakan: teruslah berkarya!

teruslah membangun
Indonesia


Citayam, 16 November 2008
Kereta Taksaka
Asep Sambodja

Selasa, 11 November 2008

Cak Munir di Awan




kubuat prasasti
dengan jari-jariku yang mengeras
menahan selangit suara yang membisu
karena cintamu kandas di awan-awan

kuukir namamu
di lubuk hatiku yang kian koyak-moyak
melihat senyummu memudar
di balik awan

kutahu rindumu
seperti pernah kueja ayat-ayat Tuhan
yang memancar di sisi-sisi awan,
di balik mega
yang merasuk dalam hatiku

kubuat prasasti
dengan sisa koyak hatiku, seperti dulu
ketika ibu membasuh lukaku
tak sekadar mengingatmu
tapi menjelmakanmu—
mengarahkan tatapan tajam matamu
ke rongga-rongga penguasa
yang lalim
yang zalim
dan durjana saja


Citayam, 2005
Asep Sambodja

*) Puisi ini pernah dimuat di buku kumpulan puisi Nubuat Labirin Luka: Antologi Puisi untuk Munir (2005) dan buku kumpulan cerpen Untukmu, Munir... (2008).

Kamis, 06 November 2008

Sajak-sajak Citayam




Bismillahirrohmaanirrohiim
Angin datang dari segala penjuru
Menikam hatiku
Mengajak zikir
Tentang hari-hari yang terlewati
Dalam buku sejarah yang sibuk

Pengalaman telah banyak mengajarkan luka-luka
Dan aku semakin tak percaya
Pada kata-kata politikus dunia
Yang semakin hari semakin nyata
Kebusukannya

Ah, manusia terkasih
Lihatlah hati ini
Lihat diri ini
Tak ada --kosong bagai gua yang sarat sarang laba-laba

Lama aku mencari
Sepotong cinta
Setetes embun
Sesering angin
Semua yang pernah kuingini

Dalam buku-buku kutemukan kata-kata yang teduh
Jauh dari amarah di koran-koran dan televisi

Mereka berbicara seperti orang pintar
Mereka bicara seperti orang yang paling benar
Mereka, mungkin juga aku, bicara seperti tanpa beban
Bahwa pada mulanya kata
Sesudahnya bencana demi bencana
Di depan mata kita

Laut tak bergelombang
Angin tak beriring
Bumi tak berdenyut
Kugesek-gesekkan tubuhku pada dinding-dinding dosa
Matahari hari ini adalah matahari yang memabukkan


Cinta, barangkali, hanya menjadi sebuah jimat dalam kotak Pandora
Tapi aku tak peduli
Aku akan gali segala yang bisa kugali
Aku akan cari apa yang harus kucari

Di sini, dari kamar yang sumpek ini
Akan kucurahkan kata-kata cinta
Ke seluruh dunia


Citayam, 26 Oktober 2002
Asep Sambodja

Selasa, 04 November 2008

Kepada Hannah Arendt


tak ada yang salah dalam cinta
yang ada hanya telanjur
meski dunia mengutuk heidegger,
lelaki yang mengaliri ilmu
sekaligus menidurimu
kau tetap ungkapkan cinta
sejatimu
meski dunia berpaling mengutukmu
kau tetap pada pendirianmu
bahwa cinta memang irasional
dan tak ada yang sanggup
menaklukkanNya
Citayam, 2008
Asep Sambodja

Sabtu, 01 November 2008

Sajak Indah buat Astuti Febiana


malam ini kulunasi janjiku padamu
akan kukatakan pada dunia
bahwa Tuhan tak sia-sia menghadirkanmu
di sini

ketika pertama kali kau datang
semua menitikkan airmata bahagia
dan kau menangis
dan kau meronta
tak tahu apa yang akan kau perbuat
di sini

tapi matahari seperti punya maksud lain
hampir setiap saat ia memandangmu
berhari-hari tanpa henti
setiap pagi
hingga senjakala

dan kau senantiasa tersenyum
dan aku paham
ternyata senyummu adalah titik embun
di gurun-gurun yang ditinggalkan para musafir
senyummu adalah rindu
yang dinanti-nanti para pengembara
yang dahaga

senyummu menaklukkan batu karang
yang menghalangi jalanmu
jalan menujuMu


Citayam, 1 November 2008
Asep Sambodja

Kamis, 23 Oktober 2008

Dawai Surgawi


aku melangkah
mengikuti petikan dawaiMu
menaiki tangga
tangga nada laguMu
[keterangan: puisi ini entah saya tulis kapan, tapi saya temukan kembali dalam bentuk desain grafis yang dibuat oleh seniman muda bernama Akbarslalu. saya berusaha mencari profile lengkapnya, tapi ternyata kurang memadai, selain menyebut usianya 20 tahun. wajahnya mirip-mirip mahasiswaku. tapi, yang pasti, karyanya ini membuatku merinding sendiri. interpretasinya sangat dalam... saya muat karyanya ini karena kekaguman saya padanya dan sekaligus ungkapan terima kasih]
Asep Sambodja

Rabu, 22 Oktober 2008

Sajak April, 16


: yuni
sejarahmu kutuliskan hari ini
saat amerika dan inggris
dengan kehendak-hatinya sendiri
lakukan penjajahan pada irak
lantaran sumur-sumur minyak

apa yang kau tahu tentang amerika, kini
saat kau injak usia 16 april 2003
dan telah lewati masa purba

kau saksikan sendiri di televisi,
koran, majalah, dan internet
kisah barbar bangsa amerika

dengan apa sejarah mesti ditulis?
aku melihat airmata seorang ibu
yang mendidih di irak

meski dengan kebohongan yang sama
amerika pun tawarkan bantuan pada irak

omong kosong apalagi yang akan kau dengar
dari mulut sampah george w. bush
dan tony blair
-- dua penjahat perang abad modern?

aku ingin ucapkan selamat ulang tahun padamu
tapi saraf otak manusia di planet bumi, termasuk aku
telah dibengkokkan negara yang mengaku
sebagai nenek moyang demokrasi

sungguh, ingin sekali aku menyanyikan lagu
selamat ulang tahun untukmu
tapi rasa kemanusiaan umat manusia
dan juga perasaan sederhana yang kumiliki
tak mampu bendung badai amarah
presiden amerika dan perdana menteri inggris
yang meneriakkan pembantaian
yang menyebarkan pembunuhan

darah
darah
darah
sajak ini memang harus kutulis
untuk mengenangmu, sekaligus mengenang dunia
yang terpijak

aku telah melihat kerakusan pada degub jantung bush
aku telah melihat kebodohan pada sinar mata blair
dan aku saksikan dunia yang kacau dan bangkrut
oleh kerakusan dan kebodohan dua penjahat perang itu --
penjahat perang, penjahat kemanusiaan

aku tidak mengira
warna cintaku padamu akan seperti ini
tapi sejarah harus ditulis
kebenaran harus disuarakan
terus-menerus -- hingga kiamat nanti

kehancuran irak pada april 2003
menjadi sejarah hitam kemanusiaan

omong kosong dengan demokrasi amerika
omong kosong dengan kebebasan amerika
omong kosong dengan bantuan amerika
omong kosong dengan kebodohan inggris
omong kosong dengan omong kosong pbb

aku bersaksi
tiada hujan hari ini
hanya suara cecak, kodok, dan dingin
dan sayup-sayup suara motor tukang ojek di hutan citayam
dan demi cintaku padamu

cintaku padamu
tak kan goyah
oleh teroris bush-blair

kedua teroris
musuh dunia-akhirat itu
telah menyebarkan virus
bush's disease
blair's disease

hati-hati!

Citayam, April 2003
Asep Sambodja

Selasa, 21 Oktober 2008

Kepada Joko Pinurbo



dulu, ketika aku menginap di rumahmu, aku lupa
ternyata aku tak bawa celana
lalu kau pinjamkan, "Ini, pakai saja," katamu

dan aku percaya padamu begitu saja
dan aku memakai celanamu begitu saja

tiga bulan kemudian aku hamil
ternyata celana yang kau pinjamkan
bertengger seekor burung rajawali
yang kau pelihara bertahun-tahun lamanya...

Asep Sambodja

Tuhan, Aku Bertanya


: kado buat cha

terkadang aku berpikir
bahwa sejak awalnya
tubuh kita telah
berlumuran dosa
bahkan adam pun tak kuasa
bedakan cinta dan senggama
karena begitu tak terasa

adam mengajari kita tentang cinta
yang berperkara di mata tuhan
tanpa sogokan pengacara
yang bisa membenarkannya

tapi benarkah dosa
senantiasa di sekitar kita, dan begitu
bersimaharajalela
sejak awalnya kita hanya boneka
yang dicampakkannya dari surga
ke bumi jelata
tapi kita pun ketemu
pada akhirnya
atas kuasanya

Asep Sambodja

Senin, 20 Oktober 2008

Novel Ketiga



: in memoriam Ki Dyoti (Bapak Sujanto)

pertemuanku dengan ki dyoti
adalah pertemuan pertama dan terakhir sekaligus
di sebuah pesta kecil
di pusat dokumentasi sastra hans bague jassin

saat itu ki dyoti dan ani sekarningsih tampil di depan
sama-sama menghayati spiritualisme
yang kuingat, ki dyoti meramal mbak ani
bahwa mbak ani akan meninggal setelah menulis novel ketiga

ani sekarningsih telah menulis dua novel
namaku taweraut dan memburu kalacakra
setelah itu belum lagi terbit novel ketiga

kini ki dyoti mendahului kita
dan ia sudah siap jauh-jauh hari sebelum kita siap menerima kabar
siapa yang sungguh-sungguh, katamu, akan menemukan
yang sejati

selamat jalan, ki
semoga kau menemukan yang sejati


Citayam, 21 Oktober 2008
Asep Sambodja

Jumat, 17 Oktober 2008

Perkawinan


: buat Bung Kancil dan Teh Lena
mencintaimu sekarang ini tak sekadar
tidur seranjang semalaman bersamamu
sampai dinding bergetar…
tapi mesti ada agenda
yang kita sepakati bersama
sebelum aku melangkah kerja
dan kau melukis cakrawala

kita mesti susun daftar impian
yang diwujudkan dalam hitungan abad
karena setiap luka yang membekas
di kaki dan kepalan tangan
adalah ijab kabul yang pernah kuucapkan

bagaimana mungkin aku mencampakkanmu, perempuan
sama tak mungkin aku tepis bayangku sendiri
meski kau sembunyikan matahari

mencintaimu sekarang ini
tak sesederhana juliet menancapkan pisau
ke jantung dan terbaring di sisi romeo
tak sesederhana membangun negara
tapi butuh fantasi
untuk mengubah ocehanmu
menjadi cerita-cerita lucu
Asep Sambodja

Puisi Dangdut buat Widi Dwinanda



di sebuah kamis
kubaca novel tebal
tentang cinta

ada airmata di tengah tawa
ada pahit di tengah senyum
ada manis dalam airmata

aku memang tak pernah memberimu apa-apa
tapi puisi ini
berkata tulus
sepenuh hati, sepenuh jiwa
sebagai bunga yang kuberikan padamu
di bawah rembulan yang mengintip dari jendela kaca
ah, betapa lucu
betapa galau hatiku...

novel yang kubaca
penuh airmata
yang menguntai mutiara

semula aku yakin bisa memahamimu
lewat puisi mungilmu…

tapi aku tak pernah peduli
apakah puisiku ini sangat dangdut bagimu
yang pasti,
huruf-huruf yang menggigil karena airmata
akan kuselimuti dengan doa-doa

Citayam, awal 2008
Asep Sambodja

Minggu, 28 September 2008

Kepada Nur Diyana binti Abd Rahman


perempuan melayu yang tangguh
mengaku biasa-biasa saja

kata-kata yang keluar dari kepalamu
menggedor batok kepala siapa saja

kata-kata yang memancar dari hatimu
menggetarkan jiwa-jiwa siapapun jua

adakah yang lebih indah
selain kesederhanaan?

adakah yang lebih asyik
selain kebersahajaan?

semua ada padaMu


Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Senin, 15 September 2008

Asep Sambodja, Yuni, Chacha


Ini foto di depan Jurusan Indonesia (FIB UI). Yang ngambil fotonya, kalau tidak salah, Haris. Karena dia sering jalan sama Chacha. Kantorku sering jadi tempat pertemuanku dengan istri maupun temen-temenku. Ide-ide gila biasanya muncul begitu saja dan mengalir begitu saja. Lalu biasanya mewujud dalam bentuk yang aneh dengan caranya sendiri-sendiri.

Minggu, 14 September 2008

Menghadiri Seminar Puisi Hasan Aspahani

baru kali ini aku hadir dalam seminar seperti ini
ibu-ibu datang membawa kitab puisi
bapak-bapak membawa kitab suci
anak-anak membawa kakek-nenek

ruangan penuh sesak
tapi tak ada suara
sepi dan angin tak bersuara

lalu hasan itu bicara
ia seperti berteriak-teriak
otot-otot di lehernya menggumpal
matanya seperti mau keluar
tapi aku tak mendengar apa-apa

aku pulang
karena aku malu
aku tak bisa mendengar apa yang hasan katakan

aku malu
padahal aku yakin
sangat yakin
bahwa yang dikatakan hasan itu pasti penting!

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Kamis, 11 September 2008

Puisi-puisi Bali 2007

oleh Asep Sambodja

Bali, 1

Asap mengepul di jimbaran
Ombak mengamuk di remang malam
Alunan musik pantai mengentalkan rasa kelapa muda
dan ikan baronang yang berenang
di bara api


Bali, 2

Aku semakin asing di sini
Kata-kata berseliweran di bawah patung-patung di perempatan jalan
Mata uang rupiah tergopoh-gopoh saat belanja di sukowati atau di ubud dan kintamani


Bali, 3

Kuta tak pernah sepi di hatiku
Jilatan ombak menari-nari di kakiku
Tapi ada yang lain setelah ledakan itu,
Setelah senyum menghilang bersama ombak-ombak yang tak lagi tertawa


Gadis Bali

Bisa kubayangkan antonio blanco
duduk berabad-abad memandangi gadis bali
yang tidur telanjang


Tanah Lot

Bali semakin seksi
Tetek-tetek tumpah dengan ikhlas
Aku kagum
Subhanallah
Bali demikian seksi
Aku demikian grogi


Di Museum Antonio Blanco

Kubuka pintu
Perempuan telanjang pasrah
dan lilin merah menancap di memekMu

Aaah!

Puisi Buat Kang Bondet

kang, cerita malin kundang
yang kita dengar
berabad-abad lalu
harus ditafsir ulang
mulai detik ini
saat kau rayakan
ulang tahunmu

cerita itu
sarat dominasi perempuan
terhadap laki-laki

biarpun laki-laki merantau
biarpun laki-laki berburu
biarpun laki-laki berhasil
biarpun laki-laki maju
biarpun laki-laki sukses di rantau
toh ia jadi batu

jadi batu!

oleh seorang perempuan tua...

Selasa, 09 September 2008

Kepada Penyair-penyair Jambi

oleh Asep Sambodja


Asro Al Murthawy

aku menjelma lelaki
yang selalu terbelenggu sepi
meski mengitari ka’bah
seperti lebah mengitari madu
meski bergumam allah
seperti lebah berdengung allah
tapi yang tersisa
selalu saja sepi


Chory Marbawi

aku melihat kesunyian di matamu
kuingin memberimu bunga
agar kematian itu menjelma
pesta selamat datang


Didin Siroz

aku siapa?
aku batu yang senantiasa berdzikir
di rebah tanah
yang tak pernah berkeluhkesah
atas kerakusan manusia
atas nama cinta


Dimas Arika Mihardja

memasuki rumah sajakmu
aku menemukan aroma surgawi
tanpa desah napas adam dan hawa
karena semua menyangka
persetubuhan mereka
sebagai dosa pertama

EM Yogiswara

tulang tengkorak yang ditancapkan pada gundukan itu
adalah nisanku
biarlah orang tak tahu namaku
asal mereka tahu
aku pernah bergelut melawan waktu
hingga kerontang begitu


F Monthana

apa yang sudah kau buat untuk dirimu?
aku tak tahu
bahkan keberadaanku di dunia pun
bukan atas kehendakku


Fakhrizal Eka

airmata batanghari
terus menetes
dari bukit-bukit berkabut


Firdaus

pada mulanya adalah air
kehidupan dan kematian
tercipta karena air


Iif Ranupane

diam adalah cara terbaik
untuk menghadapi maut
jangan seperti ayam
yang meronta-ronta sehabis sembelih
seperti penganut filosofi koplo
maka diam, diamlah
ketika maut menjemput

Iriany R Tandy

kurasakan cinta yang absurd
di negeri tissue
ternyata cinta tak sesederhana
mendirikan negara
yang hanya memerlukan secarik kertas
dan teks yang tak sempurna


Ramayani

tangis yang kau dengar
bukanlah benih cinta
dari perkawinan mendung dan hujan
tapi sebuah firasat
akan datangnya bencana
bagi kaum girli dan papa


Titas Suwanda

sejarah itu seperti hujan
semua yakin ada yang menciptakan
dan semua tahu
hujan bisa dihalau seorang pawang
dalam ilmu alam
hujan terjadi karena uap air laut
yang berproses secara alami di muka bumi
dan terjadi secara teratur
berulang-ulang kali
dan sejarah pun bisa berulang kembali



Citayam, September 2008

Sabtu, 06 September 2008

Zaman Ngehek

ketika aparat hukum
terlibat kasus penyuapan,
ketika aparat keamanan
menghilangkan nyawa pejuang ham,
ketika aparat hukum makan uang
dan aparat keamanan sewenang-wenang,
maka inilah tanda-tanda
zaman ngehek mulai terasa
hidup tak ada cara lain
selain mencoba tak bergantung
pada siapa pun

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Hijrah 2008

ketika kita tak lagi
jadi manusia di tempat kerja
selain jadi skrup
dan onderdil perusahaan
maka segeralah pergi
membuka lahan baru
mencari suasana baru

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

PEREMPUAN DI PERSIMPANGAN ABAD

oleh Asep Sambodja
(berdasarkan buku Suara Perempuan Korban Tragedi '65 karya Ita F. Nadia)

I

pada sebuah kalender
1965
Indonesia bermandi darah
Indonesia berdarah-darah

Jenderal-jenderal itu diculik dan dibunuh
Di lubang buaya

Bagai angin ribut
Badai itu datang
Badai itu datang
Badai itu datang


II

Genjer-genjer nang kadokan pating keleler...

Di pagi buta
Para serdadu menangkapku
Dan menelanjangiku

Aku Yanti, 14 tahun
Masih SMP
Aku tak tahu politik
Aku tak tahu dwikora
Aku hanya mengikuti seruan Bung Karno
Untuk baris-berbaris di lubang buaya

Setiap diinterogasi
Aku selalu menjawab tidak tahu
Karena benar-benar tidak tahu
Tapi mereka justru menyetrum
Kemaluanku

Dengan beringas
Mereka memperkosaku
Bergiliran

Mboke tole teko-teko mbubuti genjer...

Aku Yanti, 14 tahun
Dipaksa mengatakan “ya”
Untuk sesuatu yang tak pernah kulakukan

+ Kamu yang membunuh jenderal-jenderal itu?
-- ya
+ Kamu yang mencongkel mata mereka?
-- ya
+Kamu yang mengiris-iris penis mereka?
-- ya
+Kamu yang menyiksa sambil menari talanjang?
-- ya

Lalu media massa
Memberitakan mitos
Yang tak pernah kulakukan itu

Dan sejarah mencatatnya!

Sebelum aku mati
Aku ingin sekali bertemu
Dengan keluarga para jenderal itu
Dan aku ingin mengatakan satu:
Bahwa aku bukan pembunuh jenderal-jenderal itu
Apalagi mengiris-iris kemaluan mereka!


III

Aku Sudarsih
Mahasiswa UGM tingkat akhir, jurusan sastra Inggris
Aku aktif di organisasi mahasiswa

Ketika jenderal-jenderal itu dibunuh
Aku berada di Kertosono,
Kota kecil di Jawa Timur

Jelas, aku tidak terlibat dalam pembunuhan itu
Tapi serdadu-serdadu itu menangkapku
Dan aku dimasukkan ke penjara Solo

Dan tahu,
Apa yang terjadi di penjara Solo?

Setiap hari aku diperkosa
Dan saking banyaknya serdadu yang memperkosaku
Tak satu pun wajah pemerkosa itu yang kuingat
Tak satu pun

Setiap dipanggil untuk di-“bon malam”
Aku sengaja tidak memakai celana dalam
Tidak perlu!
Tidak perlu!
Tidak perlu!

Karena aku tahu,
Bahwa aku dipanggil untuk melayani nafsu seksual
Para serdadu itu

Begitu masuk kamar pemerkosa itu,
Aku langsung telentang
Aku mematikan seluruh inderaku
Aku tak mau melihat
Aku tak mau mendengar
Aku tak mau merasakan
Karena hanya dengan cara itulah aku bisa melawan mereka!

Setiap mandi,
Aku merasa jijik dengan tubuhku sendiri....

Tapi, ternyata ada yang lebih menderita dariku
Namanya Prasti, temanku di penjara Solo
Ia baru saja melahirkan ketika ditangkap
Bayinya pun belum berumur seminggu ketika ditangkap

Hampir setiap hari ia diperkosa
Dan setiap perkosaan itu selalu mengakibatkan pendarahan hebat

Setelah kami sama-sama melayani nafsu seks para serdadu itu
Kami saling bertukar kisah
Tentang penderitaan kami
Kami saling urut, saling pijat,
Saling mengusap kepedihan
Dan penderitaan kami
Hingga timbul kasih sayang

Sungguh, aku tak tahu apa itu lesbian
Yang pasti aku mencintai Prasti

Di satu sisi, kami muak
Dan benci laki-laki

Di sisi lain, kami ingin
Mengembalikan harkat dan martabat kami
Sebagai perempuan
Sebagai manusia!


IV

Sejak 1965
Aku tak lagi suka menari
Meski menari adalah ruh dan jiwaku

Ya, aku tumbuh menjadi seorang penari istana
Aku sering menari di depan Bung Karno,
Atau di acara ulang tahun partai politik
Dan organisasi massa

Aku jatuh cinta pada Nyoman
Seorang pemuda biasa yang pandai menari
Meski Nyoman dari kalangan sudra
Dan aku bangsawan, aku tetap cinta padanya
Tapi, adat di keluargaku tidak bisa menerima itu
Hingga aku dan Nyoman memilih kawin lari
Meski kami hidup sederhana, kami bahagia

Setelah jenderal-jenderal itu dibunuh
Di lubang buaya, Jakarta
Suara-suara itu sampai juga di Bali
Suara-suara itu membuyarkan ketenangan kami

+ Nyoman, keluar kau! Hei, PKI, keluar kau!
+ Bakar saja! Bakar saja rumahnya kalau dia tak mau keluar!

Aku takut
Aku sembunyi di semak-semak belakang rumah
Suara-suara itu benar-benar berbisa

Nyoman mati
Kedua mertuaku mati
Tombak menancap di dada mereka
Dan rumahku terbakar

Aku berusaha mengecilkan tubuhku sekecil-kecilnya
Agar tak melihat kebiadaban itu
Tapi mereka menangkapku

Aku ditangkap
Aku ditelanjangi
Diarak keliling kampung
Tanpa sehelai benang pun!

Aku diikat di tiang Balai Desa
Tanpa baju
Tanpa makan
Tanpa minum
Tanpa kawan...

Sendiri

Lalu aku diinterogasi
Aku disuruh menari
Karena mereka tahu aku penari

Aku disuruh menari di atas meja
Dalam keadaan telanjang

Gusti, apa arti manusia?

Aku menari
Tanpa hati

Tangan-tangan busuk para serdadu
Terus menggerayangiku
Setiap tepisan tangan yang kulakukan
Berarti mati bagi tawanan lain yang senasib denganku

Ah, menari!

Aku kemudian dibebaskan
Karena terbukti aku tak bersalah

Aku darmi
Aku hanya penari
Aku ditangkap dan disiksa
Karena suamiku PKI
Kini, setiap mendengar gamelan Bali
Jiwaku ingin menari-nari
Tapi, seketika itu juga aku membayangkan
Kebiadaban yang tak terkira...


V

Sejarah tak pernah mencatat
Orang-orang kalah
Orang-orang kalah
Orang-orang kalah
...

[naskah ini dipentaskan Teater UI di Malaysia, 16 Agustus 2008]

Rabu, 03 September 2008

Idul Fitri

tahu hidup seperti ini
ingin aku mendekam selamanya
dalam perut ibu

Jakarta, 2001
Asep Sambodja

Syekh Siti Jenar

siapa anjing yang terkulai
dalam peti mati
seorang wali atau nabi
atau tuhan

dimana bangkai harum minyak kesturi
tersimpan dalam jubah sembilan wali
atau di dasar ubin masjid ini

sudah ketemukah tuhan
dengan matiku?
masih adakah yang mencari
selain dalam diri sendiri

aku telah menemukan kehidupanku
setelah lepas bangkai melekat
sampai menemukan diri sendiri

Citayam, 2001
Asep Sambodja

Perkawinan Kita

telah kulewati kota demi kota
yang letih, dari jendela kaca mengembun
untuk meminangmu
tapi kulihat janur kuning melengkung di samping
bendera kuning
di depan gang rumahmu

lama kupelajari ijab kabul padamu
dan hari ini matahari murung
melihat jarak yang kutempuh
dan debu melekat di sepatu

“aku terima nikahnya almarhumah sri…
dengan mas kawin seperangkat alat sholat
dan kain kafan, tunai.”

hujan turun menjelang maghrib
tamu dan peziarah memberi salam
dan dukacita, ada yang tak tahu
harus berkata apa
tapi aku tetap menunggu
di sini, di bawah pohon kamboja

ini hari perkawinan kita –
kau begitu setia
tak sanggup kutinggal kau sendiri
meski aku tak sampai padamu

Citayam, 2001
Asep Sambodja

Selasa, 02 September 2008

JANGAN KAU BENCI PRESIDEN

jangan kau benci presiden
tapi bencilah presiden yang korup
jangan kau benci menteri atau gubernur
tapi bencilah menteri atau gubernur yang korup
jangan kau benci pejabat
tapi bencilah pejabat yang korup
jangan kau benci pengusaha
tapi bencilah pengusaha yang korup
jangan kau benci hakim atau polisi
tapi bencilah hakim atau polisi yang korup
jangan kau benci pengacara
tapi bencilah pengacara yang korup
jangan kau benci jaksa
tapi bencilah jaksa yang korup
jangan kau benci partai
tapi bencilah pengurus partai yang korup
jangan kau benci tentara
tapi bencilah tentara yang melanggar ham
jangan kau benci amerika
tapi bencilah presidennya yang melanggar ham
jangan kau benci inggris atau australia
tapi bencilah perdana menterinya yang melanggar ham
jangan kau benci pbb
tapi bencilah pada ketidakbecusannya selesaikan pelanggaran ham
jangan kau benci hukum
tapi bencilah ketidakadilan
jangan kau benci politik atau politikus
tapi bencilah politikus busuk
jangan kau benci agama
tapi bencilah penjual agama
jangan kau benci artis
tapi bencilah artis yang melacur
jangan kau benci wartawan atau media massa
tapi bencilah wartawan atau media massa yang melacur
jangan kau benci intelektual
tapi bencilah intelektual yang melacur
jangan kau benci seniman
tapi bencilah seniman yang melacur
jangan kau benci penyair
jangan!


Asep Sambodja

Puisi Buruk

aku ingin sekali menulis puisi buruk
tapi tak bisa

Citayam, Agustus 2008
Asep Sambodja