Senin, 15 Februari 2010

Puisi-puisi Putri Narita Pangestuti




JALAN CAHAYA

jiwaku memanjat tebing sunyi
mencari celah dari gelak tawa dunia
seperti air meresap-resap
tiada mampu membendungnya

jiwa kecilku
tak henti bernada
terus melesat
menyempurna pada keagungannya

aku mengira inilah jalan cahaya
dibendung tak limbung
diterjang tak karam

jalan cahaya ada dalam rahasia
memanjat sulbi-sulbi jiwa
yang menanam biji bunga seroja

Putri Narita Pangestuti
12 Februari 2010




PERAHU ASING

perahuku menjelma dari kulit suara
mengangkut biji wicara
dari lautan makna
tertitah dari zat yang Maha Menatap

mendayung
aku membawanya pada lautan jiwa

orang menatapnya sebelah mata
sebagian lagi bertutur cela
ada juga yang menutup rapat telinga
asyik berakrobat dengan dayung-dayung
dan balok suara mereka

perahuku dicela tak berharga
dan aku dianggapnya pemantra gila

sedang perahukulah
yang bisa sampai berlabuh pada dermaga surya

Putri Narita Pangestuti
12 Februari 2010




YANG ADA DAN TIADA

tak ada yang mampu menyamai
yang paling tiada, kecuali
yang paling ada

karena yang paling ada
ialah
yang paling tiada
ia tak berawal
tak berakhir

Putri Narita Pangestuti
12 Februari 2010




PERANG DAN KEBENARAN

angin memecah dua paru-paruku
pedang amarahmu menancap di jantungku
dan peperangan dari tatapan mata kalian
menyobek-nyobek nadiku

langkahku di antara perang dua kekuatan yang dicipta Tuhan
aku hanyalah penonton gila
tentang perebutan kuasa

surya
sinarnya menyempitkan pandangku tentang keduanya
angin
mengikat tulang dan memeras darahku hingga tak bersisa
mendung
merabunkan mata jiwaku dalam peluk senja

kepak merpati
kurindu
langit biru
harapanku
dan malam itu
membawa kebenaran dari Tuhan

kebenaran mana yang diusung manusia?
mereka saling mengada dan meniadakan!

bisik abadi
adalah kebenaran
di jiwa
dan Tuhan pengirimnya

Putri Narita Pangestuti
13-02-2010/11:36:27




JEJARING API

lingkaran-lingkaran api
julurkan jejaring
rupa garisgaris singgung dalam
juga luar
tiada lubang padanya
ia tak butuh as untuk tempat berputarnya
juring-juring tertanam rapat di sana
berharap aku masuk perangkap liarnya

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010




KISAH ANGIN

aku mendengar kisah angin
dan mendapati abu-abu dirimu

angin kuat menyusu
hingga bayimu terlalu lemah untuk itu

ingatkah kau saat buih merayumu
dan kabarkan bau amis sungai itu?
langit telah berkata
tak ada lagi yang berani
berkisah tentang surya

angin masih lekat di dadamu
sedang wajah anakmu
selalu mengabu
dalam jeritan tinta
di buku-buku itu

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010




TITAH

Kutitipkan tanah ini padamu
dan ayat yang menyertainya
tatkala cahaya menampikkan
Aku tahu
yang kau tak tahu

selami ayatKu
dan dayung perahu itu
hingga sempurna keseluruhan samudra

ingatlah pendengarnanmu,
tatapanmu dan hatimu.
sungguh Aku tahu
angka-angka yang tak terbaca olehmu

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010




RUANG EMBUN

embun menyimpan pelangi
di beningnya sinar mentari
serupa jiwa-jiwa
yang luruh
ke dalam esensiNya

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010




TAHBIS BULAN

kucerna bulan
sampai ke perut tanpa kukeluarkan
lalu kutahbiskan purnama hingga yang tak terhingga
agar bisa kukirimkan bintang pada kalbu dunia
yang mencari dekap langit di hatinya

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010



JEJAK MATAHARI

aku gambar jejak-jejak matahari
di kanvas hati
juga kupahatkan di peti-peti
dalam meditasi sunyi

Putri Narita Pangestuti
Semarang, 13/02/2010

Jumat, 01 Januari 2010

Dari Penyair Cyborg untuk Gus Dur




In Memoriam: Gus Dur

di ujung 2009
kau dijemputNya, Gus
hujan di luar gerimis
hujan di dalam menangis
mengiringi kepergianmu

semua tertunduk
dan berdoa untukmu, Gus
untuk tempat terbaik
dan mulia di sisiNya

rakyat sungguh mencintaimu
dan menyayangimu, Gus
kau telah memberi contoh terbaik
bagaimana selesaikan tragedi 65
bagaimana selesaikan konflik israel

“gitu aja kok repot.”

tapi di ujung 2009
kau pergi
ketika rakyat belum sempat melihat fajar
menyinari negeri ini

selamat jalan, Gus
doa kami selalu untukmu

Citayam, 30 Desember 2009
ASEP SAMBODJA


Kembang Api
: gus dur

2010 kembang api telah kau sulut lebih dini
di angkasa pijaran cahayanya memecah ke penjuru kesadaran
berubah menjadi ribuan kisah kebajikan

2010 kembang api kau nyalakan lebih lekas
sejak dulu sebelum masa depan mengamini
seluruh kata-katamu

2010 kembang api mu tak akan pernah padam
bahkan setelah selaksa jiwa lelah oleh pesta semalaman
dan menemukan hari esok tak berubah seperti kemarin

2010 kembang api kau sulut lebih dini
Menerangi jalan persemayamanmu.

31/12
TULUS WIJANARKO


Gus
:/Gus Dur

keluasan sorga itu telah menunggumu gus
berkat tapak jejak tebaran hikmah
jadi selimut kabut meruah tangga
menghantar ke istana kebesaran tuhan
teriring alfatihah yang menjadi madah

gus, ajaran hidupmu kan tetap purnama
lestari menembus lubuk-lubuk jauh
menjadi benih di pusaran buih
lahirkan generasi pantang menyerah
di lapak-lapak bangsa yang sedang mengarah panah
ke jantung-jantung gairah
demokrasi, seperti yang kau titah

gus, ketika kau tiba di sisi altar tuhan
sampaikan permohonan kita
sebagai anak-anak bangsa
katakan: "cinta akan kemanusiaan jangan cepat di tarik ke aras langit!
hingga kita segera menjelma ternak-ternak tanpa nilai
kembali ke abad kelam
tenggelam ke pusar bumi, kembali

gus, mungkin hanya doa iringkan tatap sebagai penghantar
kau kembali ke haribaan
menyempurnakan perjalanan
karena mula asal berada di genggaman
Tuhan!

Bandung,31 Desember 2009
RAMA PRABU


Selamat Jalan

seorang tokoh telah pergi ke langit
gerakan akar rumput liar kehilangan

guyonan politik bergaya ngekik
tersimpan dalam hati pengikutnya

nyanyian anak jalanan semakin parau
debu kemerdekaan jadi bayangan

dan orang makin yakin, perjuangan
membela kepentingan orang miskin

Amsterdam, 30/12/2009
HERI LATIEF


Kami Melepasmu dengan Suka dan Rela
: Gus Dur

kami berkabung tersebab cinta. cintamu pada manusia, pada semesta. kami ingin melepas perjalananmu dengan suka dan rela, tetapi lidah kami hampa rasa, gugur kata-kata.

kami ingin mengantarmu memasuki gerbang cahaya, pintu perjalananmu selanjutnya. tapi kami hanya kuasa tersedu, tak mampu menggandeng tanganmu.

kami berkabung tersebab cinta. kami melepasmu dengan suka dan rela, seperti tawamu yang lepas dan rela, seperti mata kami yang ikhlas menghujankan air mata.

TEGUH SETIAWAN PINANG


Kehilangan

Ketika dia ada
Seakan dia tak perlu selalu ada
Ketika dia pergi
Seakan dia tak perlu harus pergi

Seusai mentari membenamkan diri
Dan dikala merah senja tersapa malam
Ada linangan air mata membasah pipi
Ada kepergian yang tak mungkin lekam

Ketika dia kaku
Seakan tak perlu ada rasa galau
Ketika dia membiru
Seakan mengharu biru dada bergemuru

Setangkai bunga semerbak
Mengiringi langkah pilu
Membungkus putih sebujur haru
Bagai tak percaya mata membelalak

Sejuta doa penghantar
Walau hati tak begitu rela
Hanya untuk sekedar menghibur
Dari dirimu yang selalu mengundang tawa

Selamat jalan
Sebab ada tuhan menunggumu
Menanti sedikit ceplosan lelucon
Menikmati indahnya surga tuhanmu

Toddopuli
31 Des 2009
MUHAMMAD SIRUL HAQ

Selasa, 22 Desember 2009

Puisi-puisi Akhir Tahun Asep Sambodja (2009)



Kepada Koin

menegakkan hukum
ternyata butuh biaya
beratus-ratus juta

mencari keadilan
ternyata melelahkan
dan perlu uang
beratus-ratus juta

tapi rakyat sudah melek hukum
tanpa ketukan palu hakim
mereka sudah tahu
siapa yang benar
siapa yang butuh uang
beratus-ratus juta

“okelah kalau begitu”
kata warteg boys
dan rakyat tahu
dewi keadilan sudah tak tahu malu
ia tak hanya menggenggam pedang
tapi sudah tahu uang
beratus-ratus juta

koin-koin dikumpulkan
uang recehan dihimpun
orang-orang kecil
yang sering ditelikung pengadilan korup
bah!

kini beratus-ratus juta
uang recehan itu siap dilemparkan
ke muka hakim


Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja



For Coin

to uphold the law,
so it seems
needs hundreds and hundreds of millions.

to seek justice,
so it seems, is exhasuting
and needs hundreds and hundreds of millions.

but the people’s eyes are open to the law
not needing the judges gravel to strike the bench.
they know
who is in the right,
who it is that needs
hundreds and hundreds of millions.

“o.k. then”
spoke the street side vendors
and the common people know
that the goddess of justice has no shame
not only holding tight the sword
but she is familiar too
with the hundreds and hundreds of millions

coins are gathered together
small change collected
the common people
the common victims of corrupt courts
bah!

now hundreds and hundreds of millions
of small change coins are there, ready
to be thrown in the face of the judges


Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja
(translated: Max Lane)


Kepada Kakao, Semangka, Jagung, dan Kapuk Randu


aku cuma seorang anjing
bukan hakim
dan hukum harus ditegakkan

kepada kakao, semangka, jagung, dan kapuk randu
kuvonis penjara
bagi yang iseng mengutil
meski sudah nenek-nenek
karena barangkali aku sekadar anjing
yang bukan hakim
yang ingin menegakkan hukum
seadil-adilnya

tapi karena aku hanyalah anjing
dan bukan hakim
aku tak bisa
memvonis para koruptor
karena koruptor-koruptor itu telah menyumpal
mulutku dengan uang
dan mereka pun merantai leherku
dengan uang
karena aku hanyalah anjing
yang keleleran

Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja


Sudjijem, 20/6/1965

di hutan situkup
desa dempes, kaliwiro, wonosobo
ditemukan sebuah nama: sudjijem
dan sebuah tanda
cincin kawin bertarikh 20 juni 1965
yang melingkar pada jari manis
seorang—ah, bukan, seonggok kerangka
tidak kurang sembilan bulan lamanya
sejak janur kuning melengkung
dengan tempurung kepala berlubang
bekas didor tentara
tepatnya diberondong pelor tentara
bersama kawan-kawannya

sejarah hendak dibenamkan
dalam kuburan massal
di hutan situkup
desa dempes, kaliwiro
wonosobo

penduduk desa yang mendengar
peluru-peluru yang dimuntahkan aparat
hanya mendapat sepotong informasi
khas orde baru
“tentara sedang menembaki monyet-monyet”
dan mereka sangat percaya dengan penuh ketakutan

mereka boleh saja berdusta
tapi selalu saja ada nama
dan tanda
yang membuka aib kebiadaban mereka

detik berjalan ke angka 2000
di hutan situkup
di bawah pohon kelapa
sebuah sejarah tengah dibongkar

aku sudjijem
kebiadabanmu terekam dengan baik
di batok kepala suamiku
yang bolong
oleh peluru sialmu


Ungaran, 28 November 2009
Asep Sambodja



Berhala Obama

jakarta membangun berhala obama
“obama kecil,” kata walikota, dan lucu

berhala ditaruh di tengah kota
“agar jadi inspirasi bagi anak-anak kita,” kata walikota

berhala itu berkata
“the future belongs to those who believe in the power of their dreams.”

dan ron muellers bilang,
“obama sering bermain di sini, dulu
dan sekarang dia jadi pemimpin dunia.”

orang-orang percaya
presiden amerika itu dibaptis jadi pemimpin dunia
seperti mereka percaya pada makanan siap saji
mereka menari dan menyanyi
di depan berhala kecil
semacam menyambut bintang film amerika

di oslo, berhala itu mendapat nobel
tapi oslo harus mengeluarkan 16 juta dolar
untuk mengamankan berhala itu
artinya lebih dari 10 kali lipat
nilai hadiah sebuah nobel perdamaian
keluar dari kocek panitia

mei-britt gundersen, warga oslo
merasa heran dan berpikir
“apakah sedang ada seorang teroris
sehingga perlu pengamanan seketat ini.”

sepulang membawa nobel
obama akan mengirim lebih dari 30.000 pasukan
ke afghanistan

untuk apa?
untuk membunuh manusia?
inikah arti pemimpin dunia?inikah arti nobel perdamaian?

bencana apa yang kau ciptakan di timur tengah?

berhala obama kecil hanya nyengir di jakarta

Citayam, 13 Desember 2009
Asep Sambodja



Pengakuan Dosa

+ Bapa, saya mau mengaku dosa
- Wajahmu sudah mengisyaratkan setumpuk dosa, ada apa?

+ Bapa, saya sudah mencium seorang perempuan
- Keterlaluan! Apakah ia istrimu?

+ Bukan Bapa, makanya saya mau bertobat.
- Apakah ia adikmu?

+ Bukan Bapa
- Pacarmu barangkali?

+Bukan juga Bapa, saya sudah mencium perempuan lain
- Maksudmu?

+ Mohon ampun Bapa, ia anak tetangga
- Begitu? Hmmm, apakah ia merespons ciumanmu?

+ Untuk apa Bapa tanyakan itu
- Jawab saja! Jangan banyak tanya.

+Tidak tahu Bapa
- Ia tidak marah?

+ Tidak Bapa
- Apakah ia bergairah?

+ Maksud Bapa?
- Jawab saja! Jangan menjawab dengan pertanyaan

+ Sungguh saya tidak tahu Bapa. Ia masih bayi, umurnya lima bulan.
- Diamput! Itu bukan dosa, tapi kasih sayang!

+ Betul Bapa? Tidak dosa Bapa?
- Diamput! Kamu sudah menghabiskan waktuku 5 menit untuk sesuatu yang lucu!

+ Terima kasih Bapa
- [dalam hati] Iseng banget ini orang!


Citayam, 22 November 2009
Asep Sambodja



Kepada Romo Mangun

aku mengagumimu hingga kini
bukan karena kau sastrawan
bukan karena kau pastor
bukan karena kau katolik
bukan karena kau kaya
tapi karena kasih sayangmu
pada orang-orang miskin
pada orang-orang yang dianggap sampah
oleh negara atau kaum borju

kasih sayangmu pada orang-orang pinggir kali code
dan orang-orang tergusur di kedungombo
meyakinkanku bahwa kaulah pahlawan sejati
pahlawan bagi orang-orang miskin
pahlawan bagi orang-orang yang disampahkan
pahlawan bagi kaum tertindas

ingin aku berguru padamu

dan kubayangkan hidup yang indah
jika ulama dan rohaniwan jakarta
belajar padamu
lakukan hal yang sama
pada orang-orang pinggir kali ciliwung
dan orang-orang yang tergusur
oleh mal dan jalan tol

bantuanmu pada orang-orang miskin
begitu konkret
dan tak kau pamerkan di depan publik
hingga mereka berduyun-duyun datang
menjemput maut

tidak, kau tidak begitu
kau hanya memberi
kau hanya memberi

Citayam, 22 Desember 2009
Asep Sambodja



Seandainya Saya Luna Maya

barangkali aku akan mati berdiri
kalau setiap hari
pertanyaan yang kudengar hanya ini:
kapan kawin?

ah, pertanyaan-pertanyaan yang itu-itu saja
tak pernah berkembang
tak pernah bermutu
dari dulu hingga nanti
pertanyaannya melulu kawin, kawin, kawin…
kalau sudah kawin:
selingkuhkah?
kapan cerai?
ah!

tak ada berita

dan aku hanya jadi barang dagangan
bagi gosipers dan paparazi
yang haus urusan orang lain


Citayam, 18 Desember 2009
Asep Sambodja



Kepada Bambang Widjajanto

negeri ini sedang sakit
dan sekarat
semestinya lembaga penegak hukum
harus berada di tangan orang-orang sepertimu
bukan di tangan buaya-buaya
yang ngiler melihat Rp 7 M

“Hallo?”

siapa Anggodo?
siapa Ong Yuliana?
kenapa aparat penegak hukum negeri ini
begitu keder mendengarnya?

inilah mafia peradilan
yang telanjang
di sidang Mahkamah Konstitusi kita

bahwa lembaga penegak hukum
menjadi lembaga paling diancuk
di negeri ini

Citayam, 3 November 2009
Asep Sambodja



Menonton Televisi Pagi Ini

Gayus Lumbuun dan OC Kaligis
tampil di televisi pagi ini
sama-sama pakar hukum
sama-sama tahu hukum
sama-sama melek hukum
sama-sama bicara soal cicak dan buaya
sama-sama tegang
sama-sama yakin benar
sama-sama emosi
sama-sama paling benar
sama-sama ingin pengaruhi opini publik
sama-sama bersuara keras
sama-sama tua
sama-sama membela kebenaran menurut siapa
sama-sama lantang
sama-sama mau pukul-pukulan
sama-sama mau bertinju
sama-sama merasa kata-kata tak ada gunanya
sama-sama berdarah panas
sama-sama ahli hukum
sama-sama mengerti hukum
sama-sama panas
sama-sama mengepalkan tinju
sama-sama bersilat lidah
sama-sama mau pukul
sampai-sampai Denny Indrayana
memisahkan mereka

penonton ketawa!

jangan kemana-mana
setelah yang satu ini
kita panggil ambulance


Citayam, 2 November 2009
Asep Sambodja



Pidato Rendra saat Menerima Achmad Bakrie Award 2006

“Manjing ing kahanan
nggayuh karsaning Hyang Widhi
masuk dalam kontekstualitas
meraih kehendak Allah”

dengan rasa hormat
dan perasaan yang tulus
saya ucapkan terima kasih
kepada Freedom Institute
dan Keluarga Bakrie
yang dengan khidmat
meneruskan cita-cita dan laku kebajikan
almarhum Achmad Bakrie

“masuk dalam kontekstualitas itu
bekalnya rewes, kepedulian
dan sih katresnan, cinta kasih”

saya juga ucapkan simpati yang dalam
kepada Keluarga Bakrie
yang terlanda musibah
terseret dalam kemelut
yang diciptakan PT Lapindo Brantas
yang telah melakukan kesalahan fatal
dalam eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumpur
di Jawa Timur

“ananingsung marganira
ananira marganingsung
aku ada karena kamu
kamu ada karena aku”

tiga desa telah tenggelam
dan tak bisa dihuni lagi
lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan
terpaksa tutup
dan menimbulkan masalah sosial ekonomi
delta Sungai Brantas yang subur
yang proses pembentukannya berabad-abad
melebihi usia peradaban manusia
hancur tertimbun lumpur
untuk selama-lamanya

saya yakin
Keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan
dan pasti akan mengerahkan
segenap usaha untuk bertanggung jawab
atas kecerobohan pekerja
dan orang-orang di PT Lapindo Brantas


Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja



Panembahan Rendra

penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
segala upeti segala korupsi
ditulis penyair dalam puisi

kini bukan saatnya bicara cinta
karena cinta adalah kabut
dan asap belerang
yang mencemari kejernihan berpikir
dan berpendapat

penyair selalu setia
pada keindahan kejujuran
keindahan kesederhanaan
kebersahajaan
dalam kata dan tutur kata

penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
yang lupa diri
yang rakus
dan tamak

Citayam, 25 Oktober 2009


Mempertimbangkan Rendra

ketika udara Jakarta sumpek dengan kata
sarat dengan sampah kata-kata
kau tampilkan teater minikata
untuk melindungi kata
dari polusi mulut-mulut knalpot
dari bising kata

ketika mulut-mulut terkunci
tak bisa bicara
bahkan berbisik pun adalah bencana
dan bisa cilaka
kau bikin perkampungan kaum urakan
di Parangtritis
membebaskan orang-orang berteriak
dan menangis
pada laut

berteriak melawan gelombang
dan angin selatan

melawan belenggu
diam membisu

Citayam, 25 Oktober 2009


Kita Butuh Seribu Rendra

ketika penyair-penyair salon
bicara tentang konde dan sisir
dan bibir dan hati murung
dan tak tahu derita rakyat
Rendra bicara apa adanya
tentang DPR yang tertutup
sarang laba-laba
tentang pendidikan yang jauh
dari persoalan kehidupan
tentang orang-orang kepanasan
tentang pelacur-pelacur Jakarta
yang disuruhnya mlorotin
moral dan duit dan celana pejabat
dan ia dipenjara

kita butuh seribu Rendra
atau lebih
untuk bicara apa adanya
menguak sarang laba-laba
di lembaga wakil kita
menguak pejabat-pejabat korup
dan suka melacur
dan sebagainya dan seterusnya
dan siap dipenjara

karena perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata

demikianlah Rendra

Citayam, 25 Oktober 2009


Di Citayam Rendra Bersujud

kabut susut
dalam liang
angin beringsut
membuka ruang

ia datang dari jauh
ke Citayam yang lusuh
orang-orang datang mengaduh
dan ia tak mengeluh

Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
meninggalkan kenangan yang bertumpuk

di Citayam, di Citayam
kau akan dikenang
sepanjang siang
sepanjang malam
selamanya kan kukenang

Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
demikian merasuk

Citayam, 25 Oktober 2009


Makam Penyair

Puisi adalah makam para penyair
setiap saat kita menziarahinya
menabur bunga-bunga makna
membaca ayat-ayat lama

Puisi adalah makam para penyair
namanya terpatri di batu nisan
abadi dalam kesunyian
jadi tempat terindah
para peziarah

Puisi adalah makam para penyair
Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra
dan siapa saja duduk di dalamnya
duduk seperti patung Ganeca
dan kita mempelajarinya
sampai habis kata
sampai habis nyawa

Citayam, 25 Oktober 2009



Kepada Medy Loekito

bahwa kita akan mati itu sudah pasti
tapi siapa bersamamu menjengukku?
menjenguk rangkaku?

aku tahu ada nonny, anggoro, tulus…
ada endo, badri, arumdono…
tapi siapa yang bersamamu?
penyairkah?
penyihir? semacam peri?

bahwa kematian itu kepastian dalam hidup
malaikat pun tahu
penyair tua pun tahu
tapi apa yang kau berikan padaku
lewat belaian jemarimu itu?
lentik jarimu itu?
apa yang kau ucapkan dalam diammu?

ada yang kau lekatkan di keningku
saat kau sedih katakan:
“mas asep sakit, bung saut sakit…”

hidup seperti sebuah puisi
yang harus segera diselesaikan


Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja



Anatomi Wakil Rakyat 2009

inilah negeri demokrasi
yang paling wangi di planet ini
aku sepi sendiri
melihat bedak dan parfum
merias senayan, senayan kita
terbayang undang-undang menjadi skenario
pertunjukan drama paling menyedihkan
wakil-wakil rakyat kita pandai merias diri
selalu bermake up
produk partai-partai haus sensasi
partai politik yang memanfaatkan badut-badut
untuk menghibur anak-anak TK

inilah negeri demokrasi
yang belajar dari negeri hollywood
koboi-koboi duduk di bangku kekuasaan
artis-artis sinetron menjadikan legislatif
sebagai panggung sandiwara
yang penuh bedak dan gincu
produk partai-partai gincu politik
yang melecehkan akal sehat

dan kita siap tertawa
dalam duka
karena pelawak-pelawak
akan belajar serius persoalan politik
dan politikus-politikus produk parpol gincu
akan belajar serius jadi pelawak
ha ha ha

tidak lucu!


Citayam, 31 Oktober 2009
Asep Sambodja


Ong, Setelah Ibu Pertiwi dalam Keadaan Hamil Tua


setelah ibu pertiwi dalam keadaan hamil tua
dan seterusnya dan seterusnya
onghokham mengalami gangguan mental

sebagai sejarawan ia bersuara lantang
menentang pembantaian 1965-1966
dan ia dipenjara

ia mencoba mengamati peristiwa demi peristiwa
pembunuhan jenderal yang dirasanya aneh
apalagi beredar kabar-kabar burung
yang semakin menambah bingung

ia tak kuasa menahan perasaannya yang murni
saat menyaksikan pembantaian orang-orang PKI
di Jawa Timur, tempat asalnya

ong sejatinya takut
jika PKI berkuasa
karena inflasi akan semakin meninggi
dan hidup semakin tak pasti

tapi ia menentang pembantaian
yang dilakukan terhadap orang-orang
yang tak berdosa

di penjara ia merenung
“kehidupan saya membosankan dan monoton
saya adalah seorang yang tak dianggap penting
saya suka gagasan, misalnya, membuat penting
semua perasaan dan emosi saya
tapi tidak bisa dan tidak tahu caranya.”

di rumah, ong mencatat
“ketika saya mengalami gangguan mental
saya mencoba memecahkan pertanyaan
siapa diri saya?
saya hampir mempercayai semua yang dikatakan orang
mengenai diri saya
saya bertentangan dengan orang-orang yang ingin
menjadikan diri saya ‘seseorang atau sesuatu’
sementara saya ingin tetap menjadi diri sendiri”

Citayam, 19 Oktober 2009
Asep Sambodja


Perempuan yang Melambaikan TanganNya Padaku

siang ini jadi lain
ketika perempuan itu melambaikan tanganNya padaku
aku dan bangku menunggu

ia tak banyak bicara
meski banyak baca cerita
aku dan bangku menunggu

siang ini jadi lain
ketika dia berikan cinta
aku terharu
dan bangku tetap menunggu

ia tak ingin orang lain tahu
bahwa cinta yang diberikan dipungut dari surga
dan khusus untukku

aku terharu
pada perempuan yang melambaikan tanganNya
padaku


Citayam, 21 Oktober 2009
Asep Sambodja



Ia Menulis Puisi Sedih


ia merasa sebagai laki-laki paling malang sedunia
ia menulis puisi cinta
antara ibunya dengan laki-laki entah siapa

ia merasa sangat peduli dengan adik-adiknya
yang tertidur dengan tenang
di bawah batu-batu nisan
di taman makam bukan pahlawan

hanya ibunya yang belum ia bunuh
meski ia tahu ibunya selingkuh

ia merasa sebagai laki-laki paling malang di dunia
ia menulis puisi cinta
dengan darah yang mengalir dari jari-jarinya

tapi puisi itu tak pernah selesai ditulisnya
tak kan pernah selesai
karena sang ibu menangis
di depan jasadnya


Citayam, 22 September 2009
Asep Sambodja



Ibu,
aku sakit
aku ingin kau memelukku erat-erat
kuingin kau mengusap kepalaku perlahan-lahan
dan membisikkan doa-doa
—segala doa yang kau hafal dengan baik—
untuk kesembuhanku

Ibu,
aku sangat ingin...



Citayam, 23 Desember 2009

Rabu, 04 November 2009

Negeri Para Bedebah




Karya Adhie Massardi*

Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan


Oktober-November 2009
*) Adhie Massardi adalah mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Selasa, 03 November 2009

Kepada Bambang Widjajanto




negeri ini sedang sakit
dan sekarat
semestinya lembaga penegak hukum
harus berada di tangan orang-orang sepertimu
bukan di tangan buaya-buaya
yang ngiler melihat Rp 7 M

“Hallo?”

siapa Anggodo?
siapa Ong Yuliana?
kenapa aparat penegak hukum negeri ini
begitu keder mendengarnya?

inilah mafia peradilan
yang telanjang
di sidang Mahkamah Konstitusi kita

bahwa lembaga penegak hukum
menjadi lembaga paling diancuk
di negeri ini

Citayam, 3 November 2009
Asep Sambodja

Senin, 02 November 2009

Anatomi Wakil Rakyat 2009



inilah negeri demokrasi
yang paling wangi di planet ini
aku sepi sendiri
melihat bedak dan parfum
merias senayan, senayan kita
terbayang undang-undang menjadi skenario
pertunjukan drama paling menyedihkan
wakil-wakil rakyat kita pandai merias diri
selalu bermake up
produk partai-partai haus sensasi
partai politik yang memanfaatkan badut-badut
untuk menghibur anak-anak TK

inilah negeri demokrasi
yang belajar dari negeri hollywood
koboi-koboi duduk di bangku kekuasaan
artis-artis sinetron menjadikan legislatif
sebagai panggung sandiwara
yang penuh bedak dan gincu
produk partai-partai gincu politik
yang melecehkan akal sehat

dan kita siap tertawa
dalam duka
karena pelawak-pelawak
akan belajar serius persoalan politik
dan politikus-politikus produk parpol gincu
akan belajar serius jadi pelawak
ha ha ha

tidak lucu!

Citayam, 31 Oktober 2009
Asep Sambodja

Menonton Televisi Pagi Ini




Gayus Lumbuun dan OC Kaligis
tampil di televisi pagi ini
sama-sama pakar hukum
sama-sama tahu hukum
sama-sama melek hukum
sama-sama bicara soal cicak dan buaya
sama-sama tegang
sama-sama yakin benar
sama-sama emosi
sama-sama paling benar
sama-sama ingin pengaruhi opini publik
sama-sama bersuara keras
sama-sama tua
sama-sama membela kebenaran menurut siapa
sama-sama lantang
sama-sama mau pukul-pukulan
sama-sama mau bertinju
sama-sama merasa kata-kata tak ada gunanya
sama-sama berdarah panas
sama-sama ahli hukum
sama-sama mengerti hukum
sama-sama panas
sama-sama mengepalkan tinju
sama-sama bersilat lidah
sama-sama mau pukul
sampai-sampai Denny Indrayana
memisahkan mereka

penonton ketawa!

jangan kemana-mana
setelah yang satu ini
kita panggil ambulance

Citayam, 2 November 2009
Asep Sambodja