Minggu, 28 September 2008

Kepada Nur Diyana binti Abd Rahman


perempuan melayu yang tangguh
mengaku biasa-biasa saja

kata-kata yang keluar dari kepalamu
menggedor batok kepala siapa saja

kata-kata yang memancar dari hatimu
menggetarkan jiwa-jiwa siapapun jua

adakah yang lebih indah
selain kesederhanaan?

adakah yang lebih asyik
selain kebersahajaan?

semua ada padaMu


Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Senin, 15 September 2008

Asep Sambodja, Yuni, Chacha


Ini foto di depan Jurusan Indonesia (FIB UI). Yang ngambil fotonya, kalau tidak salah, Haris. Karena dia sering jalan sama Chacha. Kantorku sering jadi tempat pertemuanku dengan istri maupun temen-temenku. Ide-ide gila biasanya muncul begitu saja dan mengalir begitu saja. Lalu biasanya mewujud dalam bentuk yang aneh dengan caranya sendiri-sendiri.

Minggu, 14 September 2008

Menghadiri Seminar Puisi Hasan Aspahani

baru kali ini aku hadir dalam seminar seperti ini
ibu-ibu datang membawa kitab puisi
bapak-bapak membawa kitab suci
anak-anak membawa kakek-nenek

ruangan penuh sesak
tapi tak ada suara
sepi dan angin tak bersuara

lalu hasan itu bicara
ia seperti berteriak-teriak
otot-otot di lehernya menggumpal
matanya seperti mau keluar
tapi aku tak mendengar apa-apa

aku pulang
karena aku malu
aku tak bisa mendengar apa yang hasan katakan

aku malu
padahal aku yakin
sangat yakin
bahwa yang dikatakan hasan itu pasti penting!

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Kamis, 11 September 2008

Puisi-puisi Bali 2007

oleh Asep Sambodja

Bali, 1

Asap mengepul di jimbaran
Ombak mengamuk di remang malam
Alunan musik pantai mengentalkan rasa kelapa muda
dan ikan baronang yang berenang
di bara api


Bali, 2

Aku semakin asing di sini
Kata-kata berseliweran di bawah patung-patung di perempatan jalan
Mata uang rupiah tergopoh-gopoh saat belanja di sukowati atau di ubud dan kintamani


Bali, 3

Kuta tak pernah sepi di hatiku
Jilatan ombak menari-nari di kakiku
Tapi ada yang lain setelah ledakan itu,
Setelah senyum menghilang bersama ombak-ombak yang tak lagi tertawa


Gadis Bali

Bisa kubayangkan antonio blanco
duduk berabad-abad memandangi gadis bali
yang tidur telanjang


Tanah Lot

Bali semakin seksi
Tetek-tetek tumpah dengan ikhlas
Aku kagum
Subhanallah
Bali demikian seksi
Aku demikian grogi


Di Museum Antonio Blanco

Kubuka pintu
Perempuan telanjang pasrah
dan lilin merah menancap di memekMu

Aaah!

Puisi Buat Kang Bondet

kang, cerita malin kundang
yang kita dengar
berabad-abad lalu
harus ditafsir ulang
mulai detik ini
saat kau rayakan
ulang tahunmu

cerita itu
sarat dominasi perempuan
terhadap laki-laki

biarpun laki-laki merantau
biarpun laki-laki berburu
biarpun laki-laki berhasil
biarpun laki-laki maju
biarpun laki-laki sukses di rantau
toh ia jadi batu

jadi batu!

oleh seorang perempuan tua...

Selasa, 09 September 2008

Kepada Penyair-penyair Jambi

oleh Asep Sambodja


Asro Al Murthawy

aku menjelma lelaki
yang selalu terbelenggu sepi
meski mengitari ka’bah
seperti lebah mengitari madu
meski bergumam allah
seperti lebah berdengung allah
tapi yang tersisa
selalu saja sepi


Chory Marbawi

aku melihat kesunyian di matamu
kuingin memberimu bunga
agar kematian itu menjelma
pesta selamat datang


Didin Siroz

aku siapa?
aku batu yang senantiasa berdzikir
di rebah tanah
yang tak pernah berkeluhkesah
atas kerakusan manusia
atas nama cinta


Dimas Arika Mihardja

memasuki rumah sajakmu
aku menemukan aroma surgawi
tanpa desah napas adam dan hawa
karena semua menyangka
persetubuhan mereka
sebagai dosa pertama

EM Yogiswara

tulang tengkorak yang ditancapkan pada gundukan itu
adalah nisanku
biarlah orang tak tahu namaku
asal mereka tahu
aku pernah bergelut melawan waktu
hingga kerontang begitu


F Monthana

apa yang sudah kau buat untuk dirimu?
aku tak tahu
bahkan keberadaanku di dunia pun
bukan atas kehendakku


Fakhrizal Eka

airmata batanghari
terus menetes
dari bukit-bukit berkabut


Firdaus

pada mulanya adalah air
kehidupan dan kematian
tercipta karena air


Iif Ranupane

diam adalah cara terbaik
untuk menghadapi maut
jangan seperti ayam
yang meronta-ronta sehabis sembelih
seperti penganut filosofi koplo
maka diam, diamlah
ketika maut menjemput

Iriany R Tandy

kurasakan cinta yang absurd
di negeri tissue
ternyata cinta tak sesederhana
mendirikan negara
yang hanya memerlukan secarik kertas
dan teks yang tak sempurna


Ramayani

tangis yang kau dengar
bukanlah benih cinta
dari perkawinan mendung dan hujan
tapi sebuah firasat
akan datangnya bencana
bagi kaum girli dan papa


Titas Suwanda

sejarah itu seperti hujan
semua yakin ada yang menciptakan
dan semua tahu
hujan bisa dihalau seorang pawang
dalam ilmu alam
hujan terjadi karena uap air laut
yang berproses secara alami di muka bumi
dan terjadi secara teratur
berulang-ulang kali
dan sejarah pun bisa berulang kembali



Citayam, September 2008

Sabtu, 06 September 2008

Zaman Ngehek

ketika aparat hukum
terlibat kasus penyuapan,
ketika aparat keamanan
menghilangkan nyawa pejuang ham,
ketika aparat hukum makan uang
dan aparat keamanan sewenang-wenang,
maka inilah tanda-tanda
zaman ngehek mulai terasa
hidup tak ada cara lain
selain mencoba tak bergantung
pada siapa pun

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

Hijrah 2008

ketika kita tak lagi
jadi manusia di tempat kerja
selain jadi skrup
dan onderdil perusahaan
maka segeralah pergi
membuka lahan baru
mencari suasana baru

Citayam, September 2008
Asep Sambodja

PEREMPUAN DI PERSIMPANGAN ABAD

oleh Asep Sambodja
(berdasarkan buku Suara Perempuan Korban Tragedi '65 karya Ita F. Nadia)

I

pada sebuah kalender
1965
Indonesia bermandi darah
Indonesia berdarah-darah

Jenderal-jenderal itu diculik dan dibunuh
Di lubang buaya

Bagai angin ribut
Badai itu datang
Badai itu datang
Badai itu datang


II

Genjer-genjer nang kadokan pating keleler...

Di pagi buta
Para serdadu menangkapku
Dan menelanjangiku

Aku Yanti, 14 tahun
Masih SMP
Aku tak tahu politik
Aku tak tahu dwikora
Aku hanya mengikuti seruan Bung Karno
Untuk baris-berbaris di lubang buaya

Setiap diinterogasi
Aku selalu menjawab tidak tahu
Karena benar-benar tidak tahu
Tapi mereka justru menyetrum
Kemaluanku

Dengan beringas
Mereka memperkosaku
Bergiliran

Mboke tole teko-teko mbubuti genjer...

Aku Yanti, 14 tahun
Dipaksa mengatakan “ya”
Untuk sesuatu yang tak pernah kulakukan

+ Kamu yang membunuh jenderal-jenderal itu?
-- ya
+ Kamu yang mencongkel mata mereka?
-- ya
+Kamu yang mengiris-iris penis mereka?
-- ya
+Kamu yang menyiksa sambil menari talanjang?
-- ya

Lalu media massa
Memberitakan mitos
Yang tak pernah kulakukan itu

Dan sejarah mencatatnya!

Sebelum aku mati
Aku ingin sekali bertemu
Dengan keluarga para jenderal itu
Dan aku ingin mengatakan satu:
Bahwa aku bukan pembunuh jenderal-jenderal itu
Apalagi mengiris-iris kemaluan mereka!


III

Aku Sudarsih
Mahasiswa UGM tingkat akhir, jurusan sastra Inggris
Aku aktif di organisasi mahasiswa

Ketika jenderal-jenderal itu dibunuh
Aku berada di Kertosono,
Kota kecil di Jawa Timur

Jelas, aku tidak terlibat dalam pembunuhan itu
Tapi serdadu-serdadu itu menangkapku
Dan aku dimasukkan ke penjara Solo

Dan tahu,
Apa yang terjadi di penjara Solo?

Setiap hari aku diperkosa
Dan saking banyaknya serdadu yang memperkosaku
Tak satu pun wajah pemerkosa itu yang kuingat
Tak satu pun

Setiap dipanggil untuk di-“bon malam”
Aku sengaja tidak memakai celana dalam
Tidak perlu!
Tidak perlu!
Tidak perlu!

Karena aku tahu,
Bahwa aku dipanggil untuk melayani nafsu seksual
Para serdadu itu

Begitu masuk kamar pemerkosa itu,
Aku langsung telentang
Aku mematikan seluruh inderaku
Aku tak mau melihat
Aku tak mau mendengar
Aku tak mau merasakan
Karena hanya dengan cara itulah aku bisa melawan mereka!

Setiap mandi,
Aku merasa jijik dengan tubuhku sendiri....

Tapi, ternyata ada yang lebih menderita dariku
Namanya Prasti, temanku di penjara Solo
Ia baru saja melahirkan ketika ditangkap
Bayinya pun belum berumur seminggu ketika ditangkap

Hampir setiap hari ia diperkosa
Dan setiap perkosaan itu selalu mengakibatkan pendarahan hebat

Setelah kami sama-sama melayani nafsu seks para serdadu itu
Kami saling bertukar kisah
Tentang penderitaan kami
Kami saling urut, saling pijat,
Saling mengusap kepedihan
Dan penderitaan kami
Hingga timbul kasih sayang

Sungguh, aku tak tahu apa itu lesbian
Yang pasti aku mencintai Prasti

Di satu sisi, kami muak
Dan benci laki-laki

Di sisi lain, kami ingin
Mengembalikan harkat dan martabat kami
Sebagai perempuan
Sebagai manusia!


IV

Sejak 1965
Aku tak lagi suka menari
Meski menari adalah ruh dan jiwaku

Ya, aku tumbuh menjadi seorang penari istana
Aku sering menari di depan Bung Karno,
Atau di acara ulang tahun partai politik
Dan organisasi massa

Aku jatuh cinta pada Nyoman
Seorang pemuda biasa yang pandai menari
Meski Nyoman dari kalangan sudra
Dan aku bangsawan, aku tetap cinta padanya
Tapi, adat di keluargaku tidak bisa menerima itu
Hingga aku dan Nyoman memilih kawin lari
Meski kami hidup sederhana, kami bahagia

Setelah jenderal-jenderal itu dibunuh
Di lubang buaya, Jakarta
Suara-suara itu sampai juga di Bali
Suara-suara itu membuyarkan ketenangan kami

+ Nyoman, keluar kau! Hei, PKI, keluar kau!
+ Bakar saja! Bakar saja rumahnya kalau dia tak mau keluar!

Aku takut
Aku sembunyi di semak-semak belakang rumah
Suara-suara itu benar-benar berbisa

Nyoman mati
Kedua mertuaku mati
Tombak menancap di dada mereka
Dan rumahku terbakar

Aku berusaha mengecilkan tubuhku sekecil-kecilnya
Agar tak melihat kebiadaban itu
Tapi mereka menangkapku

Aku ditangkap
Aku ditelanjangi
Diarak keliling kampung
Tanpa sehelai benang pun!

Aku diikat di tiang Balai Desa
Tanpa baju
Tanpa makan
Tanpa minum
Tanpa kawan...

Sendiri

Lalu aku diinterogasi
Aku disuruh menari
Karena mereka tahu aku penari

Aku disuruh menari di atas meja
Dalam keadaan telanjang

Gusti, apa arti manusia?

Aku menari
Tanpa hati

Tangan-tangan busuk para serdadu
Terus menggerayangiku
Setiap tepisan tangan yang kulakukan
Berarti mati bagi tawanan lain yang senasib denganku

Ah, menari!

Aku kemudian dibebaskan
Karena terbukti aku tak bersalah

Aku darmi
Aku hanya penari
Aku ditangkap dan disiksa
Karena suamiku PKI
Kini, setiap mendengar gamelan Bali
Jiwaku ingin menari-nari
Tapi, seketika itu juga aku membayangkan
Kebiadaban yang tak terkira...


V

Sejarah tak pernah mencatat
Orang-orang kalah
Orang-orang kalah
Orang-orang kalah
...

[naskah ini dipentaskan Teater UI di Malaysia, 16 Agustus 2008]

Rabu, 03 September 2008

Idul Fitri

tahu hidup seperti ini
ingin aku mendekam selamanya
dalam perut ibu

Jakarta, 2001
Asep Sambodja

Syekh Siti Jenar

siapa anjing yang terkulai
dalam peti mati
seorang wali atau nabi
atau tuhan

dimana bangkai harum minyak kesturi
tersimpan dalam jubah sembilan wali
atau di dasar ubin masjid ini

sudah ketemukah tuhan
dengan matiku?
masih adakah yang mencari
selain dalam diri sendiri

aku telah menemukan kehidupanku
setelah lepas bangkai melekat
sampai menemukan diri sendiri

Citayam, 2001
Asep Sambodja

Perkawinan Kita

telah kulewati kota demi kota
yang letih, dari jendela kaca mengembun
untuk meminangmu
tapi kulihat janur kuning melengkung di samping
bendera kuning
di depan gang rumahmu

lama kupelajari ijab kabul padamu
dan hari ini matahari murung
melihat jarak yang kutempuh
dan debu melekat di sepatu

“aku terima nikahnya almarhumah sri…
dengan mas kawin seperangkat alat sholat
dan kain kafan, tunai.”

hujan turun menjelang maghrib
tamu dan peziarah memberi salam
dan dukacita, ada yang tak tahu
harus berkata apa
tapi aku tetap menunggu
di sini, di bawah pohon kamboja

ini hari perkawinan kita –
kau begitu setia
tak sanggup kutinggal kau sendiri
meski aku tak sampai padamu

Citayam, 2001
Asep Sambodja

Selasa, 02 September 2008

JANGAN KAU BENCI PRESIDEN

jangan kau benci presiden
tapi bencilah presiden yang korup
jangan kau benci menteri atau gubernur
tapi bencilah menteri atau gubernur yang korup
jangan kau benci pejabat
tapi bencilah pejabat yang korup
jangan kau benci pengusaha
tapi bencilah pengusaha yang korup
jangan kau benci hakim atau polisi
tapi bencilah hakim atau polisi yang korup
jangan kau benci pengacara
tapi bencilah pengacara yang korup
jangan kau benci jaksa
tapi bencilah jaksa yang korup
jangan kau benci partai
tapi bencilah pengurus partai yang korup
jangan kau benci tentara
tapi bencilah tentara yang melanggar ham
jangan kau benci amerika
tapi bencilah presidennya yang melanggar ham
jangan kau benci inggris atau australia
tapi bencilah perdana menterinya yang melanggar ham
jangan kau benci pbb
tapi bencilah pada ketidakbecusannya selesaikan pelanggaran ham
jangan kau benci hukum
tapi bencilah ketidakadilan
jangan kau benci politik atau politikus
tapi bencilah politikus busuk
jangan kau benci agama
tapi bencilah penjual agama
jangan kau benci artis
tapi bencilah artis yang melacur
jangan kau benci wartawan atau media massa
tapi bencilah wartawan atau media massa yang melacur
jangan kau benci intelektual
tapi bencilah intelektual yang melacur
jangan kau benci seniman
tapi bencilah seniman yang melacur
jangan kau benci penyair
jangan!


Asep Sambodja

Puisi Buruk

aku ingin sekali menulis puisi buruk
tapi tak bisa

Citayam, Agustus 2008
Asep Sambodja