Selasa, 22 Desember 2009
Puisi-puisi Akhir Tahun Asep Sambodja (2009)
Kepada Koin
menegakkan hukum
ternyata butuh biaya
beratus-ratus juta
mencari keadilan
ternyata melelahkan
dan perlu uang
beratus-ratus juta
tapi rakyat sudah melek hukum
tanpa ketukan palu hakim
mereka sudah tahu
siapa yang benar
siapa yang butuh uang
beratus-ratus juta
“okelah kalau begitu”
kata warteg boys
dan rakyat tahu
dewi keadilan sudah tak tahu malu
ia tak hanya menggenggam pedang
tapi sudah tahu uang
beratus-ratus juta
koin-koin dikumpulkan
uang recehan dihimpun
orang-orang kecil
yang sering ditelikung pengadilan korup
bah!
kini beratus-ratus juta
uang recehan itu siap dilemparkan
ke muka hakim
Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja
For Coin
to uphold the law,
so it seems
needs hundreds and hundreds of millions.
to seek justice,
so it seems, is exhasuting
and needs hundreds and hundreds of millions.
but the people’s eyes are open to the law
not needing the judges gravel to strike the bench.
they know
who is in the right,
who it is that needs
hundreds and hundreds of millions.
“o.k. then”
spoke the street side vendors
and the common people know
that the goddess of justice has no shame
not only holding tight the sword
but she is familiar too
with the hundreds and hundreds of millions
coins are gathered together
small change collected
the common people
the common victims of corrupt courts
bah!
now hundreds and hundreds of millions
of small change coins are there, ready
to be thrown in the face of the judges
Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja
(translated: Max Lane)
Kepada Kakao, Semangka, Jagung, dan Kapuk Randu
aku cuma seorang anjing
bukan hakim
dan hukum harus ditegakkan
kepada kakao, semangka, jagung, dan kapuk randu
kuvonis penjara
bagi yang iseng mengutil
meski sudah nenek-nenek
karena barangkali aku sekadar anjing
yang bukan hakim
yang ingin menegakkan hukum
seadil-adilnya
tapi karena aku hanyalah anjing
dan bukan hakim
aku tak bisa
memvonis para koruptor
karena koruptor-koruptor itu telah menyumpal
mulutku dengan uang
dan mereka pun merantai leherku
dengan uang
karena aku hanyalah anjing
yang keleleran
Argo Lawu, Yogya-Jakarta, 10 Desember 2009
Asep Sambodja
Sudjijem, 20/6/1965
di hutan situkup
desa dempes, kaliwiro, wonosobo
ditemukan sebuah nama: sudjijem
dan sebuah tanda
cincin kawin bertarikh 20 juni 1965
yang melingkar pada jari manis
seorang—ah, bukan, seonggok kerangka
tidak kurang sembilan bulan lamanya
sejak janur kuning melengkung
dengan tempurung kepala berlubang
bekas didor tentara
tepatnya diberondong pelor tentara
bersama kawan-kawannya
sejarah hendak dibenamkan
dalam kuburan massal
di hutan situkup
desa dempes, kaliwiro
wonosobo
penduduk desa yang mendengar
peluru-peluru yang dimuntahkan aparat
hanya mendapat sepotong informasi
khas orde baru
“tentara sedang menembaki monyet-monyet”
dan mereka sangat percaya dengan penuh ketakutan
mereka boleh saja berdusta
tapi selalu saja ada nama
dan tanda
yang membuka aib kebiadaban mereka
detik berjalan ke angka 2000
di hutan situkup
di bawah pohon kelapa
sebuah sejarah tengah dibongkar
aku sudjijem
kebiadabanmu terekam dengan baik
di batok kepala suamiku
yang bolong
oleh peluru sialmu
Ungaran, 28 November 2009
Asep Sambodja
Berhala Obama
jakarta membangun berhala obama
“obama kecil,” kata walikota, dan lucu
berhala ditaruh di tengah kota
“agar jadi inspirasi bagi anak-anak kita,” kata walikota
berhala itu berkata
“the future belongs to those who believe in the power of their dreams.”
dan ron muellers bilang,
“obama sering bermain di sini, dulu
dan sekarang dia jadi pemimpin dunia.”
orang-orang percaya
presiden amerika itu dibaptis jadi pemimpin dunia
seperti mereka percaya pada makanan siap saji
mereka menari dan menyanyi
di depan berhala kecil
semacam menyambut bintang film amerika
di oslo, berhala itu mendapat nobel
tapi oslo harus mengeluarkan 16 juta dolar
untuk mengamankan berhala itu
artinya lebih dari 10 kali lipat
nilai hadiah sebuah nobel perdamaian
keluar dari kocek panitia
mei-britt gundersen, warga oslo
merasa heran dan berpikir
“apakah sedang ada seorang teroris
sehingga perlu pengamanan seketat ini.”
sepulang membawa nobel
obama akan mengirim lebih dari 30.000 pasukan
ke afghanistan
untuk apa?
untuk membunuh manusia?
inikah arti pemimpin dunia?inikah arti nobel perdamaian?
bencana apa yang kau ciptakan di timur tengah?
berhala obama kecil hanya nyengir di jakarta
Citayam, 13 Desember 2009
Asep Sambodja
Pengakuan Dosa
+ Bapa, saya mau mengaku dosa
- Wajahmu sudah mengisyaratkan setumpuk dosa, ada apa?
+ Bapa, saya sudah mencium seorang perempuan
- Keterlaluan! Apakah ia istrimu?
+ Bukan Bapa, makanya saya mau bertobat.
- Apakah ia adikmu?
+ Bukan Bapa
- Pacarmu barangkali?
+Bukan juga Bapa, saya sudah mencium perempuan lain
- Maksudmu?
+ Mohon ampun Bapa, ia anak tetangga
- Begitu? Hmmm, apakah ia merespons ciumanmu?
+ Untuk apa Bapa tanyakan itu
- Jawab saja! Jangan banyak tanya.
+Tidak tahu Bapa
- Ia tidak marah?
+ Tidak Bapa
- Apakah ia bergairah?
+ Maksud Bapa?
- Jawab saja! Jangan menjawab dengan pertanyaan
+ Sungguh saya tidak tahu Bapa. Ia masih bayi, umurnya lima bulan.
- Diamput! Itu bukan dosa, tapi kasih sayang!
+ Betul Bapa? Tidak dosa Bapa?
- Diamput! Kamu sudah menghabiskan waktuku 5 menit untuk sesuatu yang lucu!
+ Terima kasih Bapa
- [dalam hati] Iseng banget ini orang!
Citayam, 22 November 2009
Asep Sambodja
Kepada Romo Mangun
aku mengagumimu hingga kini
bukan karena kau sastrawan
bukan karena kau pastor
bukan karena kau katolik
bukan karena kau kaya
tapi karena kasih sayangmu
pada orang-orang miskin
pada orang-orang yang dianggap sampah
oleh negara atau kaum borju
kasih sayangmu pada orang-orang pinggir kali code
dan orang-orang tergusur di kedungombo
meyakinkanku bahwa kaulah pahlawan sejati
pahlawan bagi orang-orang miskin
pahlawan bagi orang-orang yang disampahkan
pahlawan bagi kaum tertindas
ingin aku berguru padamu
dan kubayangkan hidup yang indah
jika ulama dan rohaniwan jakarta
belajar padamu
lakukan hal yang sama
pada orang-orang pinggir kali ciliwung
dan orang-orang yang tergusur
oleh mal dan jalan tol
bantuanmu pada orang-orang miskin
begitu konkret
dan tak kau pamerkan di depan publik
hingga mereka berduyun-duyun datang
menjemput maut
tidak, kau tidak begitu
kau hanya memberi
kau hanya memberi
Citayam, 22 Desember 2009
Asep Sambodja
Seandainya Saya Luna Maya
barangkali aku akan mati berdiri
kalau setiap hari
pertanyaan yang kudengar hanya ini:
kapan kawin?
ah, pertanyaan-pertanyaan yang itu-itu saja
tak pernah berkembang
tak pernah bermutu
dari dulu hingga nanti
pertanyaannya melulu kawin, kawin, kawin…
kalau sudah kawin:
selingkuhkah?
kapan cerai?
ah!
tak ada berita
dan aku hanya jadi barang dagangan
bagi gosipers dan paparazi
yang haus urusan orang lain
Citayam, 18 Desember 2009
Asep Sambodja
Kepada Bambang Widjajanto
negeri ini sedang sakit
dan sekarat
semestinya lembaga penegak hukum
harus berada di tangan orang-orang sepertimu
bukan di tangan buaya-buaya
yang ngiler melihat Rp 7 M
“Hallo?”
siapa Anggodo?
siapa Ong Yuliana?
kenapa aparat penegak hukum negeri ini
begitu keder mendengarnya?
inilah mafia peradilan
yang telanjang
di sidang Mahkamah Konstitusi kita
bahwa lembaga penegak hukum
menjadi lembaga paling diancuk
di negeri ini
Citayam, 3 November 2009
Asep Sambodja
Menonton Televisi Pagi Ini
Gayus Lumbuun dan OC Kaligis
tampil di televisi pagi ini
sama-sama pakar hukum
sama-sama tahu hukum
sama-sama melek hukum
sama-sama bicara soal cicak dan buaya
sama-sama tegang
sama-sama yakin benar
sama-sama emosi
sama-sama paling benar
sama-sama ingin pengaruhi opini publik
sama-sama bersuara keras
sama-sama tua
sama-sama membela kebenaran menurut siapa
sama-sama lantang
sama-sama mau pukul-pukulan
sama-sama mau bertinju
sama-sama merasa kata-kata tak ada gunanya
sama-sama berdarah panas
sama-sama ahli hukum
sama-sama mengerti hukum
sama-sama panas
sama-sama mengepalkan tinju
sama-sama bersilat lidah
sama-sama mau pukul
sampai-sampai Denny Indrayana
memisahkan mereka
penonton ketawa!
jangan kemana-mana
setelah yang satu ini
kita panggil ambulance
Citayam, 2 November 2009
Asep Sambodja
Pidato Rendra saat Menerima Achmad Bakrie Award 2006
“Manjing ing kahanan
nggayuh karsaning Hyang Widhi
masuk dalam kontekstualitas
meraih kehendak Allah”
dengan rasa hormat
dan perasaan yang tulus
saya ucapkan terima kasih
kepada Freedom Institute
dan Keluarga Bakrie
yang dengan khidmat
meneruskan cita-cita dan laku kebajikan
almarhum Achmad Bakrie
“masuk dalam kontekstualitas itu
bekalnya rewes, kepedulian
dan sih katresnan, cinta kasih”
saya juga ucapkan simpati yang dalam
kepada Keluarga Bakrie
yang terlanda musibah
terseret dalam kemelut
yang diciptakan PT Lapindo Brantas
yang telah melakukan kesalahan fatal
dalam eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumpur
di Jawa Timur
“ananingsung marganira
ananira marganingsung
aku ada karena kamu
kamu ada karena aku”
tiga desa telah tenggelam
dan tak bisa dihuni lagi
lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan
terpaksa tutup
dan menimbulkan masalah sosial ekonomi
delta Sungai Brantas yang subur
yang proses pembentukannya berabad-abad
melebihi usia peradaban manusia
hancur tertimbun lumpur
untuk selama-lamanya
saya yakin
Keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan
dan pasti akan mengerahkan
segenap usaha untuk bertanggung jawab
atas kecerobohan pekerja
dan orang-orang di PT Lapindo Brantas
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Panembahan Rendra
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
segala upeti segala korupsi
ditulis penyair dalam puisi
kini bukan saatnya bicara cinta
karena cinta adalah kabut
dan asap belerang
yang mencemari kejernihan berpikir
dan berpendapat
penyair selalu setia
pada keindahan kejujuran
keindahan kesederhanaan
kebersahajaan
dalam kata dan tutur kata
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
yang lupa diri
yang rakus
dan tamak
Citayam, 25 Oktober 2009
Mempertimbangkan Rendra
ketika udara Jakarta sumpek dengan kata
sarat dengan sampah kata-kata
kau tampilkan teater minikata
untuk melindungi kata
dari polusi mulut-mulut knalpot
dari bising kata
ketika mulut-mulut terkunci
tak bisa bicara
bahkan berbisik pun adalah bencana
dan bisa cilaka
kau bikin perkampungan kaum urakan
di Parangtritis
membebaskan orang-orang berteriak
dan menangis
pada laut
berteriak melawan gelombang
dan angin selatan
melawan belenggu
diam membisu
Citayam, 25 Oktober 2009
Kita Butuh Seribu Rendra
ketika penyair-penyair salon
bicara tentang konde dan sisir
dan bibir dan hati murung
dan tak tahu derita rakyat
Rendra bicara apa adanya
tentang DPR yang tertutup
sarang laba-laba
tentang pendidikan yang jauh
dari persoalan kehidupan
tentang orang-orang kepanasan
tentang pelacur-pelacur Jakarta
yang disuruhnya mlorotin
moral dan duit dan celana pejabat
dan ia dipenjara
kita butuh seribu Rendra
atau lebih
untuk bicara apa adanya
menguak sarang laba-laba
di lembaga wakil kita
menguak pejabat-pejabat korup
dan suka melacur
dan sebagainya dan seterusnya
dan siap dipenjara
karena perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata
demikianlah Rendra
Citayam, 25 Oktober 2009
Di Citayam Rendra Bersujud
kabut susut
dalam liang
angin beringsut
membuka ruang
ia datang dari jauh
ke Citayam yang lusuh
orang-orang datang mengaduh
dan ia tak mengeluh
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
meninggalkan kenangan yang bertumpuk
di Citayam, di Citayam
kau akan dikenang
sepanjang siang
sepanjang malam
selamanya kan kukenang
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
demikian merasuk
Citayam, 25 Oktober 2009
Makam Penyair
Puisi adalah makam para penyair
setiap saat kita menziarahinya
menabur bunga-bunga makna
membaca ayat-ayat lama
Puisi adalah makam para penyair
namanya terpatri di batu nisan
abadi dalam kesunyian
jadi tempat terindah
para peziarah
Puisi adalah makam para penyair
Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra
dan siapa saja duduk di dalamnya
duduk seperti patung Ganeca
dan kita mempelajarinya
sampai habis kata
sampai habis nyawa
Citayam, 25 Oktober 2009
Kepada Medy Loekito
bahwa kita akan mati itu sudah pasti
tapi siapa bersamamu menjengukku?
menjenguk rangkaku?
aku tahu ada nonny, anggoro, tulus…
ada endo, badri, arumdono…
tapi siapa yang bersamamu?
penyairkah?
penyihir? semacam peri?
bahwa kematian itu kepastian dalam hidup
malaikat pun tahu
penyair tua pun tahu
tapi apa yang kau berikan padaku
lewat belaian jemarimu itu?
lentik jarimu itu?
apa yang kau ucapkan dalam diammu?
ada yang kau lekatkan di keningku
saat kau sedih katakan:
“mas asep sakit, bung saut sakit…”
hidup seperti sebuah puisi
yang harus segera diselesaikan
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Anatomi Wakil Rakyat 2009
inilah negeri demokrasi
yang paling wangi di planet ini
aku sepi sendiri
melihat bedak dan parfum
merias senayan, senayan kita
terbayang undang-undang menjadi skenario
pertunjukan drama paling menyedihkan
wakil-wakil rakyat kita pandai merias diri
selalu bermake up
produk partai-partai haus sensasi
partai politik yang memanfaatkan badut-badut
untuk menghibur anak-anak TK
inilah negeri demokrasi
yang belajar dari negeri hollywood
koboi-koboi duduk di bangku kekuasaan
artis-artis sinetron menjadikan legislatif
sebagai panggung sandiwara
yang penuh bedak dan gincu
produk partai-partai gincu politik
yang melecehkan akal sehat
dan kita siap tertawa
dalam duka
karena pelawak-pelawak
akan belajar serius persoalan politik
dan politikus-politikus produk parpol gincu
akan belajar serius jadi pelawak
ha ha ha
tidak lucu!
Citayam, 31 Oktober 2009
Asep Sambodja
Ong, Setelah Ibu Pertiwi dalam Keadaan Hamil Tua
setelah ibu pertiwi dalam keadaan hamil tua
dan seterusnya dan seterusnya
onghokham mengalami gangguan mental
sebagai sejarawan ia bersuara lantang
menentang pembantaian 1965-1966
dan ia dipenjara
ia mencoba mengamati peristiwa demi peristiwa
pembunuhan jenderal yang dirasanya aneh
apalagi beredar kabar-kabar burung
yang semakin menambah bingung
ia tak kuasa menahan perasaannya yang murni
saat menyaksikan pembantaian orang-orang PKI
di Jawa Timur, tempat asalnya
ong sejatinya takut
jika PKI berkuasa
karena inflasi akan semakin meninggi
dan hidup semakin tak pasti
tapi ia menentang pembantaian
yang dilakukan terhadap orang-orang
yang tak berdosa
di penjara ia merenung
“kehidupan saya membosankan dan monoton
saya adalah seorang yang tak dianggap penting
saya suka gagasan, misalnya, membuat penting
semua perasaan dan emosi saya
tapi tidak bisa dan tidak tahu caranya.”
di rumah, ong mencatat
“ketika saya mengalami gangguan mental
saya mencoba memecahkan pertanyaan
siapa diri saya?
saya hampir mempercayai semua yang dikatakan orang
mengenai diri saya
saya bertentangan dengan orang-orang yang ingin
menjadikan diri saya ‘seseorang atau sesuatu’
sementara saya ingin tetap menjadi diri sendiri”
Citayam, 19 Oktober 2009
Asep Sambodja
Perempuan yang Melambaikan TanganNya Padaku
siang ini jadi lain
ketika perempuan itu melambaikan tanganNya padaku
aku dan bangku menunggu
ia tak banyak bicara
meski banyak baca cerita
aku dan bangku menunggu
siang ini jadi lain
ketika dia berikan cinta
aku terharu
dan bangku tetap menunggu
ia tak ingin orang lain tahu
bahwa cinta yang diberikan dipungut dari surga
dan khusus untukku
aku terharu
pada perempuan yang melambaikan tanganNya
padaku
Citayam, 21 Oktober 2009
Asep Sambodja
Ia Menulis Puisi Sedih
ia merasa sebagai laki-laki paling malang sedunia
ia menulis puisi cinta
antara ibunya dengan laki-laki entah siapa
ia merasa sangat peduli dengan adik-adiknya
yang tertidur dengan tenang
di bawah batu-batu nisan
di taman makam bukan pahlawan
hanya ibunya yang belum ia bunuh
meski ia tahu ibunya selingkuh
ia merasa sebagai laki-laki paling malang di dunia
ia menulis puisi cinta
dengan darah yang mengalir dari jari-jarinya
tapi puisi itu tak pernah selesai ditulisnya
tak kan pernah selesai
karena sang ibu menangis
di depan jasadnya
Citayam, 22 September 2009
Asep Sambodja
Ibu,
aku sakit
aku ingin kau memelukku erat-erat
kuingin kau mengusap kepalaku perlahan-lahan
dan membisikkan doa-doa
—segala doa yang kau hafal dengan baik—
untuk kesembuhanku
Ibu,
aku sangat ingin...
Citayam, 23 Desember 2009
Rabu, 04 November 2009
Negeri Para Bedebah
Karya Adhie Massardi*
Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor jatuhkan bebatuan menyala-nyala
Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau jadi kuli di negeri orang yang upahnya serapah dan bogem mentah
Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedang rakyatnya hanya bisa pasrah
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya
Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi,
Dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan
Oktober-November 2009
*) Adhie Massardi adalah mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Selasa, 03 November 2009
Kepada Bambang Widjajanto
negeri ini sedang sakit
dan sekarat
semestinya lembaga penegak hukum
harus berada di tangan orang-orang sepertimu
bukan di tangan buaya-buaya
yang ngiler melihat Rp 7 M
“Hallo?”
siapa Anggodo?
siapa Ong Yuliana?
kenapa aparat penegak hukum negeri ini
begitu keder mendengarnya?
inilah mafia peradilan
yang telanjang
di sidang Mahkamah Konstitusi kita
bahwa lembaga penegak hukum
menjadi lembaga paling diancuk
di negeri ini
Citayam, 3 November 2009
Asep Sambodja
Senin, 02 November 2009
Anatomi Wakil Rakyat 2009
inilah negeri demokrasi
yang paling wangi di planet ini
aku sepi sendiri
melihat bedak dan parfum
merias senayan, senayan kita
terbayang undang-undang menjadi skenario
pertunjukan drama paling menyedihkan
wakil-wakil rakyat kita pandai merias diri
selalu bermake up
produk partai-partai haus sensasi
partai politik yang memanfaatkan badut-badut
untuk menghibur anak-anak TK
inilah negeri demokrasi
yang belajar dari negeri hollywood
koboi-koboi duduk di bangku kekuasaan
artis-artis sinetron menjadikan legislatif
sebagai panggung sandiwara
yang penuh bedak dan gincu
produk partai-partai gincu politik
yang melecehkan akal sehat
dan kita siap tertawa
dalam duka
karena pelawak-pelawak
akan belajar serius persoalan politik
dan politikus-politikus produk parpol gincu
akan belajar serius jadi pelawak
ha ha ha
tidak lucu!
Citayam, 31 Oktober 2009
Asep Sambodja
Menonton Televisi Pagi Ini
Gayus Lumbuun dan OC Kaligis
tampil di televisi pagi ini
sama-sama pakar hukum
sama-sama tahu hukum
sama-sama melek hukum
sama-sama bicara soal cicak dan buaya
sama-sama tegang
sama-sama yakin benar
sama-sama emosi
sama-sama paling benar
sama-sama ingin pengaruhi opini publik
sama-sama bersuara keras
sama-sama tua
sama-sama membela kebenaran menurut siapa
sama-sama lantang
sama-sama mau pukul-pukulan
sama-sama mau bertinju
sama-sama merasa kata-kata tak ada gunanya
sama-sama berdarah panas
sama-sama ahli hukum
sama-sama mengerti hukum
sama-sama panas
sama-sama mengepalkan tinju
sama-sama bersilat lidah
sama-sama mau pukul
sampai-sampai Denny Indrayana
memisahkan mereka
penonton ketawa!
jangan kemana-mana
setelah yang satu ini
kita panggil ambulance
Citayam, 2 November 2009
Asep Sambodja
Jumat, 30 Oktober 2009
Sajak Perlawanan Kaum Cicak
karya Tulus Widjanarko*
Kami tahu tanganmu mencengkeram gari
karena kalian adalah bandit sejati
Kami tahu saku kalian tak pernah kering
karena kalian sekumpulan para maling
Kami mahfum kalian memilih menjadi bebal
sebab melulu sadar pangkat kalian hanyalah sekadar begundal
Kami tahu kalian berusaha terlihat kuat menendang-nendang
demikianlah takdir para pecundang
Kami mengerti otak kalian seperti robot
meski demikian kalian sungguh-sungguh gemar berkomplot
Kami sangat terang kenapa kalian begitu menyedihkan
karena kalian memang hanyalah gerombolan budak
yang meringkuk jeri di mantel sendiri
Kami tahu kenapa kalian gemetar ketakutan
dan tanganmu menggapai-gapai sangsi ke udara
karena kalian tahu
Kami tidak takut kepadamu
Kami tidak takut kepadamu
dan akan melawan tak henti-henti
kami tahu
kalian gemetar,
Kami sangat tahu
kalian sungguh gemetar!
28/09
*Tulus Widjanarko, penyair dan wartawan Tempo
Selasa, 27 Oktober 2009
Surat Pramoedya Ananta Toer kepada Goenawan Mohamad
saya bukan nelson mandela
saya tidak memerlukan basa-basi
gampang amat gus dur minta maaf
dan mengajak rekonsiliasi
dia bicara atas nama siapa?
NU atau Presiden?
kalau NU, kenapa dia bicara sebagai presiden?
kalau presiden, kenapa DPR dan MPR dilewatkan?
biarkan DPR dan MPR yang bicara
tak usah presiden
yang saya inginkan adalah tegaknya hukum
dan keadilan di Indonesia
penderitaan kami adalah urusan negara
kenapa DPR dan MPR diam saja?
saya tidak mudah memaafkan orang
karena sudah terlalu pahit menjadi orang Indonesia
basa-basi baik saja
tapi hanya basa-basi
selanjutnya mau apa?
maukah negara menggantikan kerugian
orang-orang seperti saya?
minta maaf saja tidak cukup
dirikan dan tegakkan hukum
semuanya mesti lewat hukum
harus jadi keputusan DPR dan MPR
tidak bisa begitu saja basa-basi minta maaf
ketika saya dibebaskan dari Pulau Buru
saya menerima surat keterangan
bahwa saya tidak terlibat G30S/PKI
namun setelah itu tidak ada tindakan apa-apa
saya sudah kehilangan kepercayaan
saya tidak percaya gus dur
saya tidak percaya goenawan mohamad
kalian ikut mendirikan rezim orde baru
saya tidak percaya dengan semua elite politik Indonesia
tak terkecuali intelektualnya
mereka selama ini memilih diam
dan menerima fasisme
mereka ikut bertanggung jawab atas penderitaan
yang saya alami
bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan orba
dalam hitungan hari, minggu, atau bulan
mungkin saya akan mati
karena penyempitan pembuluh darah jantung
basa-basi tak lagi menghibur saya
Citayam, 27 Oktober 2009
Asep Sambodja
Catatan: Surat Pramoedya ini ditulis sebagai jawaban atas tulisan Goenawan Mohamad, “Surat Terbuka untuk Pramoedya Ananta Toer” yang dimuat di Majalah Tempo 3-9 April 2000, dan dimuat ulang dalam buku Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2004). Harian Kompas, 15 Maret 2000 menulis, “Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan, sejak dulu, ketika masih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), dirinya sudah meminta maaf terhadap para korban Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).”
Kepada Medy Loekito
tapi siapa bersamamu menjengukku?
menjenguk rangkaku?
aku tahu ada nonny, anggoro, tulus…
ada endo, badri, arumdono…
tapi siapa yang bersamamu?
penyairkah?
penyihir? semacam peri?
bahwa kematian itu kepastian dalam hidup
malaikat pun tahu
penyair tua pun tahu
tapi apa yang kau berikan padaku
lewat belaian jemarimu itu?
lentik jarimu itu?
apa yang kau ucapkan dalam diammu?
ada yang kau lekatkan di keningku
saat kau sedih katakan:
“mas asep sakit, bung saut sakit…”
hidup seperti sebuah puisi
yang harus segera diselesaikan
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Pidato Rendra saat Menerima Achmad Bakrie Award 2006
“Manjing ing kahanan
nggayuh karsaning Hyang Widhi
masuk dalam kontekstualitas
meraih kehendak Allah”
dengan rasa hormat
dan perasaan yang tulus
saya ucapkan terima kasih
kepada Freedom Institute
dan Keluarga Bakrie
yang dengan khidmat
meneruskan cita-cita dan laku kebajikan
almarhum Achmad Bakrie
“masuk dalam kontekstualitas itu
bekalnya rewes, kepedulian
dan sih katresnan, cinta kasih”
saya juga ucapkan simpati yang dalam
kepada Keluarga Bakrie
yang terlanda musibah
terseret dalam kemelut
yang diciptakan PT Lapindo Brantas
yang telah melakukan kesalahan fatal
dalam eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumpur
di Jawa Timur
“ananingsung marganira
ananira marganingsung
aku ada karena kamu
kamu ada karena aku”
tiga desa telah tenggelam
dan tak bisa dihuni lagi
lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan
terpaksa tutup
dan menimbulkan masalah sosial ekonomi
delta Sungai Brantas yang subur
yang proses pembentukannya berabad-abad
melebihi usia peradaban manusia
hancur tertimbun lumpur
untuk selama-lamanya
saya yakin
Keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan
dan pasti akan mengerahkan
segenap usaha untuk bertanggung jawab
atas kecerobohan pekerja
dan orang-orang di PT Lapindo Brantas
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Minggu, 25 Oktober 2009
Panembahan Rendra
Puisi-puisi Asep Sambodja
Panembahan Rendra
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
segala upeti segala korupsi
ditulis penyair dalam puisi
kini bukan saatnya bicara cinta
karena cinta adalah kabut
dan asap belerang
yang mencemari kejernihan berpikir
dan berpendapat
penyair selalu setia
pada keindahan kejujuran
keindahan kesederhanaan
kebersahajaan
dalam kata dan tutur kata
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
yang lupa diri
yang rakus
dan tamak
Citayam, 25 Oktober 2009
Mempertimbangkan Rendra
ketika udara Jakarta sumpek dengan kata
sarat dengan sampah kata-kata
kau tampilkan teater minikata
untuk melindungi kata
dari polusi mulut-mulut knalpot
dari bising kata
ketika mulut-mulut terkunci
tak bisa bicara
bahkan berbisik pun adalah bencana
dan bisa cilaka
kau bikin perkampungan kaum urakan
di Parangtritis
membebaskan orang-orang berteriak
dan menangis
pada laut
berteriak melawan gelombang
dan angin selatan
melawan belenggu
diam membisu
Citayam, 25 Oktober 2009
Kita Butuh Seribu Rendra
ketika penyair-penyair salon
bicara tentang konde dan sisir
dan bibir dan hati murung
dan tak tahu derita rakyat
Rendra bicara apa adanya
tentang DPR yang tertutup
sarang laba-laba
tentang pendidikan yang jauh
dari persoalan kehidupan
tentang orang-orang kepanasan
tentang pelacur-pelacur Jakarta
yang disuruhnya mlorotin
moral dan duit dan celana pejabat
dan ia dipenjara
kita butuh seribu Rendra
atau lebih
untuk bicara apa adanya
menguak sarang laba-laba
di lembaga wakil kita
menguak pejabat-pejabat korup
dan suka melacur
dan sebagainya dan seterusnya
dan siap dipenjara
karena perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata
demikianlah Rendra
Citayam, 25 Oktober 2009
Di Citayam Rendra Bersujud
kabut susut
dalam liang
angin beringsut
membuka ruang
ia datang dari jauh
ke Citayam yang lusuh
orang-orang datang mengaduh
dan ia tak mengeluh
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
meninggalkan kenangan yang bertumpuk
di Citayam, di Citayam
kau akan dikenang
sepanjang siang
sepanjang malam
selamanya kan kukenang
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
demikian merasuk
Citayam, 25 Oktober 2009
Makam Penyair
Puisi adalah makam para penyair
setiap saat kita menziarahinya
menabur bunga-bunga makna
membaca ayat-ayat lama
Puisi adalah makam para penyair
namanya terpatri di batu nisan
abadi dalam kesunyian
jadi tempat terindah
para peziarah
Puisi adalah makam para penyair
Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra
dan siapa saja duduk di dalamnya
duduk seperti patung Ganeca
dan kita mempelajarinya
sampai habis kata
sampai habis nyawa
Citayam, 25 Oktober 2009
Biodata singkat:
Asep Sambodja lahir di Solo, 15 September 1967. Lulus dari Jurusan Sastra Indonesia FSUI Depok pada 1993. Sejak 1990-2003 menjadi wartawan di berbagai media, seperti Bintang Indonesia, Sinar, Ummat, dan Satunet.com. Sejak 2005 menjadi pengajar di Program Studi Indonesia FIB UI Depok. Buku puisinya yang telah terbit adalah Menjelma Rahwana (1999), Kusampirkan Cintaku di Jemuran (2006), dan Ballada Para Nabi (2007). Ia juga menulis buku Cara Mudah Menulis Fiksi (2007).
Minggu, 18 Oktober 2009
Ong, Setelah Ibu Pertiwi dalam Keadaan Hamil Tua
setelah ibu pertiwi dalam keadaan hamil tua
dan seterusnya dan seterusnya
onghokham mengalami gangguan mental
sebagai sejarawan ia bersuara lantang
menentang pembantaian 1965-1966
dan ia dipenjara
ia mencoba mengamati peristiwa demi peristiwa
pembunuhan jenderal yang dirasanya aneh
apalagi beredar kabar-kabar burung
yang semakin menambah bingung
ia tak kuasa menahan perasaannya yang murni
saat menyaksikan pembantaian orang-orang PKI
di Jawa Timur, tempat asalnya
ong sejatinya takut
jika PKI berkuasa
karena inflasi akan semakin meninggi
dan hidup semakin tak pasti
tapi ia menentang pembantaian
yang dilakukan terhadap orang-orang
yang tak berdosa
di penjara ia merenung
“kehidupan saya membosankan dan monoton
saya adalah seorang yang tak dianggap penting
saya suka gagasan, misalnya, membuat penting
semua perasaan dan emosi saya
tapi tidak bisa dan tidak tahu caranya.”
di rumah, ong mencatat
“ketika saya mengalami gangguan mental
saya mencoba memecahkan pertanyaan
siapa diri saya?
saya hampir mempercayai semua yang dikatakan orang
mengenai diri saya
saya bertentangan dengan orang-orang yang ingin
menjadikan diri saya ‘seseorang atau sesuatu’
sementara saya ingin tetap menjadi diri sendiri”
Citayam, 19 Oktober 2009
Asep Sambodja
Catatan: Puisi ini diilhami sepenuhnya dari Pernyataan Onghokham mengenai biografinya dan peristiwa-peristiwa yang membuatnya mengalami gangguan mental. Tulisan berbahasa Inggris tersebut dibuat atas permintaan dr. Kusumanto Setyonegoro. Kemudian tulisan tersebut diterjemahkan oleh Ruth McVey karena dianggap memiliki bobot historis. Selengkapnya baca Onghokham (2009), Soekarno, Orang Kiri, Revolusi, dan G30S 1965. (AS)
Minggu, 11 Oktober 2009
Sabtu, 10 Oktober 2009
Narasi Gempa, Kitab Gempa, dan Misteri G30S
Narasi Gempa
Kun fayakun
maka yang terjadi, terjadilah…
ketika kata menjelma gempa
dan tubuh menjadi luka
maka gedung-gedung pun runtuh
bukit-bukit longsor menguruk
dan airmata mengalir tak terbendung
jika ini takdir
sudah ribuan takdir mengakhiri
perjalanan hamba-hambaMu
jika ini kutukan
sudah berabad lalu
orang-orang tertimbun tanah pijakan
“Kepunyaan Allah di timur dan barat
maka kemana pun kamu menghadap
di situlah wajah Allah.” *)
barangkali kita harus terus berdoa
tak sedetik pun luput dari doa
karena ajal tak berjarak
dan kapan saja mengada
di depan kita
hingga tak ada lagi ruang tuk bergerak
“Almutu ayatul hubmis sadiq
Maut adalah alamat cinta yang sejati.” **)
aku pahami puing-puing
aku berdoa untuk serpihan tubuh
yang remuk
demi menjaga jiwa ini
agar tak terguncang lindu
Citayam, 10 Oktober 2009
*) Surat Al Baqarah ayat 115. Kun fayakun pada puisi di atas dikutip dari Surat Al Baqarah ayat 117.
**) Dari sebuah tulisan Buya Hamka.
Kitab Gempa
sejarah luka termaktub dalam kitab gempa
jutaan orang telah membacanya
tapi ada yang mencoba menyungsang
dan mengingkarinya
kitab gempa luth menggoyang
laki-laki yang tak bisa mencintai perempuan
dan perempuan yang tak bisa mencintai laki-laki
kitab gempa musa mengguncang
orang-orang yang menyembah karyanya sendiri
dan abai padaNya
Tuhan,
tutuplah kitab-kitab gempa ini
dan cukupkan sampai di sini
Citayam, 10 Oktober 2009
Misteri G30S
Gerakan 30 September 1965
menyisakan misteri
matinya jutaan rakyat Indonesia
Gempa 30 September 2009
menyimpan memori
kuburan massal di Padang Pariaman
Citayam, 10 Oktober 2009
Asep Sambodja
Minggu, 04 Oktober 2009
Padang 7,6 Skala Richter
Puisi-puisi Asep Sambodja
Padang Gempa
bencana ini menghantam-hantam dadaku
sudah berkali-kali Indonesia dihantam gempa
membabibuta dimana-mana
lempengan-lempengan bumi meradang karena luka
meruyak meruak kemana-mana
dan kini Padang pun meradang karena luka
terkoyak tercabik-cabik gempa
Indonesia berduka
aku terluka
terluka
luka
Citayam, 2 Oktober 2009
Padang Luka
Ia membuat tanda di jalan-jalan
Ia merubuhkan gedung dan bukit-bukit
mereka menangis dan menahan sakit
Ia mengutus lebih dari 1.000 malaikat pencabut nyawa
lebih dari 1.000 orang mati
dan Padang pun terluka
anjing-anjing dikerahkan mengendus
orang-orang yang terkubur dinding beton
dan terpendam dalam tanah basah
aku seperti terbiasa membaca gempa
beribu orang mendadak mati
berjuta orang harus tabah lagi
Padang terluka, namun
Ia senantiasa menyimpan rahasia
Rahasia
yang hanya bisa terkuak
lewat jalan mati
Citayam, 2 Oktober 2009
Padang Tangis
ia berupaya tak mengeluarkan airmata
karena tahu, apalah guna airmata
bagi rumah rubuh tergoyang gempa
sungguh, ia berupaya bisa menerima semua ini,
takdir ini, dengan tidak menangis
ia bertahan pada keyakinannya
bahwa Tuhan segala-galanya
pembuat rencana
ia tetap yakin
bahwa inilah teguranNya
agar kita tak memalingkan muka
karenanya ia mencoba tak mengeluarkan airmata
tapi tangis anak yang dibimbing
dan bayi yang menatap sunyi
dalam gendongan
tak bisa membuatnya bertahan
ia memang tak menangis
tapi seluruh tubuhnya luka
jiwanya hampa
Citayam, 4 Oktober 2009
Kisah Orang-orang Dermawan Kita
aku selalu takjub pada orang-orang dermawan
yang muncul bagai laron-laron
berbondong menolong
lihatlah setelah gempa
mereka berduyun-duyun datang
bagai laron-laron
untuk membantu korban
aku selalu takjub pada mereka
yang datang seperti laron-laron itu
orang-orang dermawan itu menolong korban
bagaikan laron yang membutuhkan cahaya
mereka menolong yang mereka bisa
tanpa memikirkan diri sendiri
tak peduli sayap-sayap mereka
terbakar panas cahaya
orang-orang dermawan itu
selalu menakjubkanku
sungguh menakjubkan!
hingga terbaca olehku firman dariNya
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan.”
Citayam, 4 Oktober 2009
Doa Musa Sesudah Gempa*)
ya Allah
kalau Kau kehendaki
tentu Kau binasakan kami sebelum ini
apakah Kau membinasakan kami
karena perbuatan orang-orang bebal di antara kami?
itu hanyalah cobaan dariMu
Kau sesatkan dengan cobaan itu
siapa yang Kau kehendaki
dan Kau beri petunjuk
pada yang Kau kehendaki
Kaulah yang memimpin kami
maka ampuni kami
dan berilah rahmat
Kaulah pemberi ampun
yang sebaik-baiknya
dan tetapkan untuk kami
kebajikan di dunia dan akhirat
sesungguhnya kami kembali bertobat
padamu ya Allah
Citayam, 4 Oktober 2009
*) dari surat Al A’raaf ayat 155-156
Jumat, 25 September 2009
Perempuan yang Memendam Luka
tak usah pura-pura
aku tahu kau terluka
ceriamu hanya kulit bawang
yang membungkus luka
candamu sarat dengan rintik hujan
yang tertahan
tak usah pura-pura
telah lama kau terluka
aku tahu
hanya saja akulah yang harus pura-pura
agar kau mengira aku tak tahu
caramu tersenyum tak lagi seperti dulu
caramu berjalan bagai angin lalu
semuanya kosong
dan hanya ada sepi
biar kubalut lukamu
dengan puisi
Citayam, 26 September 2009
Asep Sambodja
Selasa, 22 September 2009
Ia Menulis Puisi Sedih
ia merasa sebagai laki-laki paling malang sedunia
ia menulis puisi cinta
antara ibunya dengan laki-laki entah siapa
ia merasa sangat peduli dengan adik-adiknya
yang tertidur dengan tenang
di bawah batu-batu nisan
di taman makam bukan pahlawan
hanya ibunya yang belum ia bunuh
meski ia tahu ibunya selingkuh
ia merasa sebagai laki-laki paling malang di dunia
ia menulis puisi cinta
dengan darah yang mengalir dari jari-jarinya
tapi puisi itu tak pernah selesai ditulisnya
tak kan pernah selesai
karena sang ibu menangis
di depan jasadnya
Citayam, 22 September 2009
Asep Sambodja
Rabu, 09 September 2009
Bermandi Doa
: Kepada M. Syafii Anwar dan Riris K. Toha-Sarumpaet
aku berada di persimpangan jalan
tak tahu harus berbuat apa
karena aku tak berdaya
kala siang, aku merasa gersang
seorang ibu datang menangisi tubuhku
ia mengaliri doa-doa kristiani
demi membasahi tubuhku yang gersang
kala malam, aku merasa kegelapan
seorang ayah datang menyedihkan tubuhku
ia mengaliri doa-doa islami
demi terangnya jalan yang harus kulalui
bagaimanapun cara mereka berdoa
mereka memberi dengan ikhlas
demi aku
demi jalanku
angin tetap saja berhembus
dan air tetap saja mengalir
kemana angin pergi? entahlah
tapi air kan pergi ke muara
aku takjub pada doa-doa
bagaimanapun caranya
Citayam, 10 September 2009
Asep Sambodja
Senin, 07 September 2009
Profesor yang Membakar Buku
aku tak habis pikir
bagaimana mungkin seorang profesor membakar buku
bagaimana ia menjadi profesor?
apakah ia membaca buku?
bagaimana caranya membaca buku hingga jadi profesor pembakar buku?
aku tak bisa mengerti
bagaimana ia mengajar mahasiswa-mahasiswanya?
bagaimana kalau mahasiswanya bertanya?
bagaimana kalau mahasiswanya punya pendapat berbeda?
apakah ia akan membungkamnya juga?
profesor yang membakar buku
tak ubahnya seperti anak-anak TK
ia membakar yang ia tak suka
begitukah kita pada akhirnya?
aku tak habis pikir
aku tak bisa mengerti
ada profesor yang membakar buku
bagaimana caranya ia menjadi profesor?
Citayam, 7 September 2009
Asep Sambodja
Minggu, 06 September 2009
Para Pembakar Buku
para pembakar buku berwajah serigala
tak bisa membaca perbedaan
ia ingin yang dibaca adalah huruf-huruf yang tersusun di jidatnya
bukan pikiran orang lain
bukan pendapat yang lain
ia ingin yang dibaca adalah dirinya sendiri
para pembakar buku berhati serigala
tak bisa menerima perbedaan
tak bisa menjawab perbedaan
ia memakai kacamata kuda
ia ingin yang dibacanya adalah apa yang pernah dibacanya
ia tak ingin membaca yang lain
ia tak mau membaca yang lain
serigala-serigala pembakar buku
berkacalah pada gurumu
apakah ia mengajarimu membaca buku dengan nyala api?
Citayam, 7 September 2009
Asep Sambodja
Tentang Buku yang Dibakar Si Bodoh
karena pikiran tak sampai
ia membakar buku
karena hati terbakar
ia pun membakar buku
karena iman cuma seberapa
ia pun membakar buku
karena bodoh
ia membakar buku
karena mata hati telah dibutakan ketidaktahuan
ia pun membakar buku
karena nafsu hewani
ia tak membakar ayam, tapi membakar buku
karena tak mampu membaca zaman
ia membakar buku
buku-buku yang terbakar menjadi saksi
betapa masih bodohnya bangsa ini
betapa bodohnya...
Citayam, 6 September 2009
Asep Sambodja
Selasa, 01 September 2009
Kehilanganku
di musim ini
aku tersudut di kesunyian
melintasi sakit
memasuki alam yang entah
aku merasa ada yang hilang
mungkin menjauh
tapi aku ingin sekali mendekapnya
aku sangat ingin
di musim ini
sepertinya aku sering menangis
tapi tak ada airmata
semuanya kering
seperti kemarau ini
ya allah...
aku berada di pucuk-pucuk tebing
gampang terbuai angin
peluklah aku
dekaplah aku
sayangi aku lagi ya allahku...
Citayam, 1 September 2009
Asep Sambodja
Selasa, 09 Juni 2009
Puisi-puisi Terbaru Asep Sambodja
Sajak Buat Irina
Irina,
kutahu kita belum pernah bertemu
bahkan ketika sajak ini kutulis untukmu
Irina,
kau bahkan tak tahu siapa aku
tapi kenapa begitu kuat kuingin bertemu denganmu
entah kapan kita bertemu,
entah kapan
tapi keinginan ini begitu menggebu
kuingin duduk di sampingmu
dan mendengar ceritamu
apa pun yang kau katakan
huruf demi huruf
akan kusimpan di hatiku
sebaik kusimpan cerita ibu
Irina,
ingin sekali aku mendengar kabarmu...
mungkin kau sedang di kamar, menyendiri
persis seperti aku kini
menyendiri
membaca cerita yang ditulis orang-orang kesepian
Irina,
ingin sekali kudengar cerita darimu
cerita apa saja
cerita apa saja....
asal darimu
Senja di Citayam
perjalanan semakin terasa jauh
saat tubuh kian rapuh
apa sebaiknya menunggu?
tidak, tidak,
menunggu adalah pekerjaan paling tolol
yang sering kulakukan
aku tak ingin menunggu
biar saja orang-orang menunggu
aku ingin berlari
dan terus berlari
sampai nanti
sampai mati
tapi aku tak mau menunggu
sebab menunggu
adalah jemu
adalah kelu
Senja di Hati
beginilah rasanya memasuki usia senja
sebentar-sebentar melihat jam
seperti ada yang dinanti
seperti ada yang menjemput
beginilah rasanya menjadi tua
sedikit-sedikit merasa sakit
padahal belaiannya masih seperti dulu
padahal cintanya masih yang itu juga
beginilah rasanya pernah muda
sebentar-sebentar membuka album
kenapa tidak seperti dulu saja?
kenapa detak umur tak bisa dikendalikan?
beginilah rasanya memasuki usia senja
gelisah kalau sendiri
resah kalau ada yang mati
Senja di Puri
suara surau kembali menyebut-nyebut namaMu
Kaulipat matahari dan Kausimpan
di sisi keranda yang khusyuk meringkuk
di samping surau tua
suara surau itu pun makin lama makin parau
tersengal-sengal oleh amplifier karatan
kadang-kadang terang kadang-kadang hilang
tapi surga yang dijanjikan tetaplah surga
bagi yang yakin dan setia
hanya suara surau itulah
yang kini menemani sepi-sepiku
hari yang berlalu
terasa hampa tanpa suara parau
yang menyebut-nyebut namaMu
Jangan Menangis, Prita!
demi apa rumah sakit didirikan?
demi uang
atau masyarakat yang sehat walafiat
apakah rumah sakit membuat orang semakin sakit?
bagaimana kalau dokter malpraktik?
lalu kenapa prita mengeluh?
kepada siapa keluhan itu diberikan
kalau rumah sakit merasa sakit mendengar keluhan itu?
apa yang sakit di rumah sakit?
demi apa aparat hukum dihadirkan?
demi uang
atau masyarakat yang adil dan sejahtera
apakah aparat hukum membuat orang semakin bingung?
bagaimana kalau aparat hukum bermain pasal?
transaksi dengan tersangka?
lalu kenapa prita dipenjara?
melarikan diri dan menghilangkan barang bukti?
--bukankah itu rumus yang kadaluarsa?
prita, orang-orang yang masih punya hati nurani
pasti akan membelamu
orang-orang yang tak punya nurani
delete saja dari kamusmu
jangan menangis, prita!
Kepada Perempuan September
malam itu
laki-laki desember berjalan di tengah gurun
ia tak membawa air
tapi hanya seutas tali
mungkin ia akan bunuh diri
karena patah hati
malam itu
ia lelah sendiri
tak ada sebatang pohon pun di gurun
ia benar-benar ingin bunuh diri
tapi tak ada pohon
untuk mengikat tali
keesokannya
ia malu sendiri
mau bunuh diri
tapi lupa bahwa di gurun
tak ada pohon beringin
yang ada cuma pasir
dan dingin
dan kebodohannya sendiri
ketika ia sadar bahwa ia bodoh
saat itulah ia mati
Citayam, Mei-Juni 2009
Asep Sambodja
Senin, 20 April 2009
Kado buat Theresia Yuni Kristanti
istriku,
aku hanyalah seonggok bangkai
yang semakin hari
semakin tak segar
keriput dan bau kentut
dan tak berarti apa-apa lagi
tapi karena cintamu
aku masih merasa
menjadi laki-laki
dan manusia
aku merasa menjadi laki-laki
karena masih berharga buatmu
dan aku masih merasa menjadi manusia
karena kehidupan di dunia
masih membutuhkanKu
Citayam, 16 April 2009
Asep Sambodja
Minggu, 29 Maret 2009
Situ Gintung
air
air
air
membedah tanggul
rubuh
air bagai bah
adzan subuh
masjid menggigil
air berenang di dalam rumah
pohon-pohon berenang
mayat-mayat berenang
siaran televisi
menangis
air
air
air berlumpur
air lagi
lumpur lagi
kematian lagi
kematian yang itu juga
tangis yang itu juga
luka yang itu juga
presiden
wakil presiden
pidato
pidato
luka lagi
di jakarta
mobil-mobil tak bisa berenang
orang-orang kandas
orang-orang datang
menolong
menangis
menonton
menangis
memohon
menangis
sakit lagi
sakit hati
menghitung yang mati
menghitung yang kembali
menghitung yang hilang
ibu
ibu
kematian ini begitu dekat
begitu akrab
gali lagi
lubang itu
tempat yang nyaman
masjid itu
kini kesepian
ia berdiri
sendirian
rumah-rumah beterbangan
kos-kosan menghilang
anak-anak kos menghilang
pemilik kos menghilang
menangis
menangis
air
air
air
air
tanah
berlumpur
menutup mata
siapa saja
di situ gintung
kota kenangan
kota yang indah
taman bermain
anak-anak yang ceria
pemancingan
yang kini luka
restoran yang kehilangan indah
tak ada air
sepi
sepi
luka
luka
Allah
Allah
Allah
Allah
...
Citayam, Long Weekend Maret 2009
Asep Sambodja
Rabu, 25 Maret 2009
Permintaan Maaf untuk Lelakiku
karya Erlinda
Maaf…
Jika aku selalu mengikuti jejak langkahmu
Jika aku selalu menuruti setiap perkataanmu
Jika aku terlalu setia padamu
Aku memang benar-benar membutuhkanmu, sayang
Karena...
Kau memang suamiku
Kau memang belahan jiwaku
Maaf...
Aku tidak bisa berpisah dengan dirimu
Walau keadaan selalu membuat kita berpisah
Walau orang-orang selalu menghendaki kita mati
Tapi...
Aku selalu mengharapkanmu
Aku selalu menunggumu
Aku selalu menantimu
Maaf...
Jika aku bukan wanita seperti dulu di matamu
Jika aku menjadi pelacur di matamu
Jika aku menjadi budak seks di matamu
Maaf...
Jika aku memberikan vaginaku kepada pria-pria itu
Jika mereka juga terpesona dengan vaginaku
Menghujamkannya dengan sebatang tongkat kayu
Maaf...
Jika aku merelakan payudaraku menjadi sarapan
Pria-pria itu
Jika mereka juga senang mempermainkan putingku
Dan tentu saja mereka kagum pada payudaraku
Mengalirinya dengan sebuah pembangkit listrik
Maaf…
Jika aku tidak tahu siapa dirimu sebenarnya
Jika aku yang kemudian selalu menafkahimu
Jika aku yang selalu memenuhi keinginanmu
Maaf...
Jika vagina ini tidak mampu menampung spermamu lagi
Jika payudara ini tidak bisa digenggam tanganmu lagi
Jika payudara dan vagina ini sudah tidak bisa
Memuaskan nafsumu lagi
Maaf...
Karena aku terlalu setia
Karena aku terlalu berharap
Menantimu
Hingga kau datang
Hingga kau kembali...
Sekali lagi maaf...
Payudara dan vaginaku bukan lagi untukmu
Bukan untuk para prajurit
Bukan untuk para maniak seks
Bukan juga untuk para lelaki
Maaf…
Hanya untuk wanita!
* Erlinda adalah mahasiswa Program Studi Belanda FIB UI.
Kamis, 05 Maret 2009
Dua Korea Satu Kroya
ada dua korea di dunia ini
satu di utara
satu di selatan
meskipun berdekatan
tapi terasa jauh tak karuan
politik memisahkan sanak famili
dan tak ada yang peduli
indonesia tak punya korea
yang ada hanya kroya
itu pun satu-satunya di jawa
tapi tak ada kroya utara
tak ada kroya selatan
hanya ada satu kroya
politik tak memisahkan laki bini
dan tak ada yang rugi
Citayam, 5 Maret 2009
Asep Sambodja
Kamis, 12 Februari 2009
Kepada Marcella Zalianty
kepastian hukum yang kau cari di sini
masih tertutup kabut
yang memekatkan nurani
jangan sadih, Marcella
kami tahu
masyarakat tahu
bagaimana hukum disandiwarakan
bagaimana hukum dimainkan
ada skenario hukum
yang menempatkan politik sebagai panglima
kami membelamu, Marcella
tak usah sedih
nikmati saja permainan hukum ini
jadikan pengalaman
yang memperkayamu
untuk membuat film-film yang bermutu
seperti Lastri
yang tertunda akibat permainan hukum
di negeri ini
kita tahu
masyarakat pun tahu
bagaimana seriusnya aparat hukum
menangani kasus munir
yang hasilnya menyakitkan suci
kau mungkin capai
kau pasti lelah
dan merasa absurd
bermain di negeri hukum Indonesia
tapi percayalah
doa ibumu demikian tulus
yang akan membuka topeng-topeng yang bermain
atas nama hukum
percayalah, Marcella
doa orang yang dizalimi
lebih dahsyat dari letusan gunung merapi
Citayam, 12 Februari 2009
Asep Sambodja
Senin, 19 Januari 2009
Misalkan Kita di Gaza
kematian adalah kawan yang paling menenangkan
di luar itu, wajah-wajah yang mirip drakula
ehud olmert
ehud barak
tzipi livni
bertaring dan beracun
27 desember 2008
satu demi satu bom mereka jatuhkan
satu demi satu orang palestina mati
1.203 orang palestina mati
5.200 orang palestina terluka
jutaan manusia tak sanggup lagi
menyaksikan perkosaan
yang dilakukan israel
terhadap palestina
di depan mata
secara nyata
dan membabi buta
menjelang pelantikan obama,
israel umumkan genjatan senjata
sementara resolusi pbb tak pernah dianggap
tak pernah dihirau
kembang api di malam hari
itu fosfor putih, sayang
yang membakar dan menguliti kulitmu
permainan ini terlalu serius
dan di luar batas kemanusiaan
misalkan kita di gaza
sulit bagiku makan di restoran amerika
yang tak menganggap orang-orang palestina
sebagai manusia
Citayam, 18 Januari 2009
Asep Sambodja
Sabtu, 17 Januari 2009
Surat Terbuka buat Mahmoud Abbas
abbas,
kok bisa ya
ketika negara dibombardir negara lain
presidennya diam saja?
sampeyan ini presidennya siapa to?
israel menginjak-injak gaza
sampeyan kok diam saja?
sampeyan kan presiden
kok malah plesir ke amerika
yang jelas-jelas tertawa
melihat israel
mengangkangi palestina
sampeyan kan presiden
kok nggak berani kayak wiji thukul
yang mengatakan “Lawan!”
pada segala penindasan.
Citayam, 8 Januari 2009
Asep Sambodja
Minggu, 11 Januari 2009
Untuk Para Ibu Palestina
Duhai para ibu di Palestina
Ku tak lagi mampu mencerna segala dukamu yang tersaji dalam berita
Hatiku terlalu pedih hingga airmataku tak lagi bisa menetes bening tanpa warna
karena di dalamnya terkandung luapan amarah saat kulihat beribu anak yang terlahir dari rahimu terkoyak berjuta-juta peluru Israel.
Duhai para ibu di Palestina
kadang kusesali diriku yang tak mampu menggapai tanganmu agar bisa terlepas dari bangsa
Israel yang menuhankan dirinya
bangsa yang merasa berhak atas nasib kaummu
hingga mereka tak hanya mencabut nyawa anak-anakmu,
namun juga merasa berhak mencabut nyawamu
agar kau tak lagi melahirkan generasi baru intifada
Duhai para ibu di Palestina
Meski tak ada kerudung menutup kepalaku
meski gaunku tak sepanjang jubahmu
namun hatiku tak berbeda dengan hatimu
doaku tak berbeda dengan doamu
dekapan dan kasih sayangku untuk anak-anakku pun tak berbeda dengan dekapan dan kasih sayangmu terhadap anak-anakmu
Untuk itulah para ibu di Palestina
saat tubuhmu dan tubuh anakmu hancur oleh hantaman rudal Israel
saat itu pula seluruh jiwaku menyeru
ingin kukabarkan pada mereka bahwa kau dan anak-anakmu juga patut dilindungi seperti halnya para tentara Israel melindungi istri, anak dan ibunya
hak yang kau miliki juga tak berbeda dengan hak yang dimiliki oleh para ibu di seluruh dunia
yang akan selalu berupaya menjadikan anak-anaknya pahlawan bangsa
karena Palestina, seperti juga bangsa-bangsa di seluruh belahan dunia lainnya
yang tak ingin sejengkal tanah miliknya dikuasai oleh orang-orang yang tak berhak berdiri di atasnya
Queensland, Australia, 10 Januari 2009
Ratna Sugiarti
Kamis, 08 Januari 2009
Ehud Barak! Ehud Barak! Kembalilah ke Barak!
Ehud Barak! Ehud Barak!
Kau telah ciptakan karya seni instalasi
di jalur gaza
sejak 27 Desember 2008
maha karya yang mematikan
700 orang palestina
dan melukai 3.000 lainnya
begitukah caramu merayakan tahun baru?
Ehud Barak! Ehud Barak!
kini kuciptakan sebuah puisi
yang akan membuatmu selalu dikenang
sebagai tokoh dunia
yang layak masuk guiness book of world records
sebagai manusia pembantai paling sadis di dunia
melebihi Hitler
melebihi Ku Klux Klan!
Citayam, 8 Januari 2009
Asep Sambodja
Selasa, 06 Januari 2009
Tentang Masjid yang Dibom Tentara Israel
sudah delapan masjid di gaza yang hancur
dibom tentara-tentara israel
ya Allah,
aku mesti berdoa
atau meratap?
rumahMu telah dihancurkan
tak ada lagi azan
tak ada lagi kalam ilahi
yang ada tinggal suara ledakan
dan suara tangis yang tertahan
rumahMu tinggal puing
suara azan tinggal sunyi, hening
suara sirene dan suara tangis saling saut
suara bedil dan perih saling taut
pada maut
ya Allah,
aku mesti berdoa
atau meratap?
bukankah Kau maha bijaksana?
"luruskan dan rapatkan saf
kuatkan barisan
kita berjamaah melawan kebiadaban israel"
Allahu akbar!
Citayam, 7 Januari 2009
Asep Sambodja
Senin, 05 Januari 2009
Yang Baik dari Israel
sebenarnya aku ingin mendengar kabar baik darimu
tapi yang tampak darimu melulu taring dan cakarmu
yang meluluhlantakkan tubuh-tubuh mungil tak berdaya
apa yang baik darimu?
kau telah belajar baik dari gurumu
yang membombardir afghanistan
yang memporakporandakan irak
yang menggantung saddam hussein
yang mengancam iran
yang menyudutkan korea utara
yang mengejar-ngejar osama, bukan obama
dan kini
kau carutmarutkan palestina lagi
bukan kali ini saja
bukan kali ini saja
apa yang baik darimu?
tokoh jaringan islam liberal kita bilang
bertemu dengan dua orang israel
seperti bertemu dengan tiga orang cerdas
luar biasa kecerdasanmu
luar biasa
luar biasa
sama luar biasanya ketika kau hujani bom
di jalur gaza
yang mematikan 510 manusia
dan 5.000 lainnya luka-luka
dan akan terus bertambah
karena, kata ehud barak, ini perang tak berakhir
dan dunia membisu
menuli
ehud barak!, ehud barak!
dari apakah kau diciptakan?
lempengan besi baja?
terus saja kau muntahkan peluru-pelurumu itu
terus saja kau hujani palestina dengan bom-bom apimu
terus saja
bunuh saja
bunuh terus
habiskan pelurumu
habiskan senjatamu
mungkin yang ada di otakmu begini:
kalau peluru dan senjata itu tidak kau muntahkan,
maka akan jadi barang rongsokan
yang karatan!
dan mungkin pula yang ada di otakmu begini:
kalau peluru dan senjatamu habis,
toh akan dipasok oleh guru amerikamu
sekarang apa yang baik darimu?
tak ada
TIDAK ADA!
“halo ban ki-moon....
halo, halo!
masih ada lembaga perserikatan bangsa-bangsa?
masih ada gunanya lembaga itu?
halo…. halo!!!”
Citayam, 5 Januari 2009
Asep Sambodja
Jumat, 02 Januari 2009
Palestina Bertahanlah...!!!
Palestina
Sudah lama kau berjuang
Sudah lama kau berperang
Banyak orang meninggal
Banyak orang terluka
Banjir darah dan airmata, ada di mana-mana
Ketika damai menghampirimu sekejap
Tiba-tiba Gaza hancur merata
Lagi, ratusan jiwa melayang
Ribuan manusia terluka
Oleh Siapa?
Ah, seluruh dunia pun sudah mengetahuinya
Lalu kenapa begitu tega?
Apakah mereka bukan manusia?
Ataukah mereka tak punya rasa?
Sungguh, yang melakukannya adalah orang yang celaka
Suatu hari, PASTI...
Mereka akan menerima balasan sendiri
Atas semua perbuatan keji dan tak manusiawi
Mereka adalah ISRAEL....!!!
Depok Lama, 2 Januari 2009
Ausaa Mutiara Mumtaz
*) Puisi ini ditulis oleh siswa kelas 2 SD yang masih berumur 7 tahun.
Ayahnya adalah wartawan Anteve.