Jumat, 25 September 2009

Perempuan yang Memendam Luka




tak usah pura-pura
aku tahu kau terluka

ceriamu hanya kulit bawang
yang membungkus luka
candamu sarat dengan rintik hujan
yang tertahan

tak usah pura-pura
telah lama kau terluka

aku tahu
hanya saja akulah yang harus pura-pura
agar kau mengira aku tak tahu

caramu tersenyum tak lagi seperti dulu
caramu berjalan bagai angin lalu
semuanya kosong
dan hanya ada sepi

biar kubalut lukamu
dengan puisi


Citayam, 26 September 2009
Asep Sambodja

Selasa, 22 September 2009

Ia Menulis Puisi Sedih




ia merasa sebagai laki-laki paling malang sedunia
ia menulis puisi cinta
antara ibunya dengan laki-laki entah siapa

ia merasa sangat peduli dengan adik-adiknya
yang tertidur dengan tenang
di bawah batu-batu nisan
di taman makam bukan pahlawan

hanya ibunya yang belum ia bunuh
meski ia tahu ibunya selingkuh

ia merasa sebagai laki-laki paling malang di dunia
ia menulis puisi cinta
dengan darah yang mengalir dari jari-jarinya

tapi puisi itu tak pernah selesai ditulisnya
tak kan pernah selesai
karena sang ibu menangis
di depan jasadnya


Citayam, 22 September 2009
Asep Sambodja

Rabu, 09 September 2009

Bermandi Doa




: Kepada M. Syafii Anwar dan Riris K. Toha-Sarumpaet


aku berada di persimpangan jalan
tak tahu harus berbuat apa
karena aku tak berdaya

kala siang, aku merasa gersang
seorang ibu datang menangisi tubuhku
ia mengaliri doa-doa kristiani
demi membasahi tubuhku yang gersang

kala malam, aku merasa kegelapan
seorang ayah datang menyedihkan tubuhku
ia mengaliri doa-doa islami
demi terangnya jalan yang harus kulalui

bagaimanapun cara mereka berdoa
mereka memberi dengan ikhlas
demi aku
demi jalanku

angin tetap saja berhembus
dan air tetap saja mengalir
kemana angin pergi? entahlah
tapi air kan pergi ke muara

aku takjub pada doa-doa
bagaimanapun caranya


Citayam, 10 September 2009
Asep Sambodja

Senin, 07 September 2009

Profesor yang Membakar Buku




aku tak habis pikir
bagaimana mungkin seorang profesor membakar buku
bagaimana ia menjadi profesor?
apakah ia membaca buku?
bagaimana caranya membaca buku hingga jadi profesor pembakar buku?

aku tak bisa mengerti
bagaimana ia mengajar mahasiswa-mahasiswanya?
bagaimana kalau mahasiswanya bertanya?
bagaimana kalau mahasiswanya punya pendapat berbeda?
apakah ia akan membungkamnya juga?

profesor yang membakar buku
tak ubahnya seperti anak-anak TK
ia membakar yang ia tak suka
begitukah kita pada akhirnya?

aku tak habis pikir
aku tak bisa mengerti
ada profesor yang membakar buku

bagaimana caranya ia menjadi profesor?


Citayam, 7 September 2009
Asep Sambodja

Minggu, 06 September 2009

Para Pembakar Buku



para pembakar buku berwajah serigala
tak bisa membaca perbedaan
ia ingin yang dibaca adalah huruf-huruf yang tersusun di jidatnya
bukan pikiran orang lain
bukan pendapat yang lain
ia ingin yang dibaca adalah dirinya sendiri

para pembakar buku berhati serigala
tak bisa menerima perbedaan
tak bisa menjawab perbedaan
ia memakai kacamata kuda
ia ingin yang dibacanya adalah apa yang pernah dibacanya
ia tak ingin membaca yang lain
ia tak mau membaca yang lain

serigala-serigala pembakar buku
berkacalah pada gurumu
apakah ia mengajarimu membaca buku dengan nyala api?


Citayam, 7 September 2009
Asep Sambodja

Tentang Buku yang Dibakar Si Bodoh



karena pikiran tak sampai
ia membakar buku

karena hati terbakar
ia pun membakar buku

karena iman cuma seberapa
ia pun membakar buku

karena bodoh
ia membakar buku

karena mata hati telah dibutakan ketidaktahuan
ia pun membakar buku

karena nafsu hewani
ia tak membakar ayam, tapi membakar buku

karena tak mampu membaca zaman
ia membakar buku

buku-buku yang terbakar menjadi saksi
betapa masih bodohnya bangsa ini

betapa bodohnya...


Citayam, 6 September 2009
Asep Sambodja

Selasa, 01 September 2009

Kehilanganku




di musim ini
aku tersudut di kesunyian
melintasi sakit
memasuki alam yang entah

aku merasa ada yang hilang
mungkin menjauh
tapi aku ingin sekali mendekapnya
aku sangat ingin

di musim ini
sepertinya aku sering menangis
tapi tak ada airmata
semuanya kering
seperti kemarau ini

ya allah...
aku berada di pucuk-pucuk tebing
gampang terbuai angin
peluklah aku
dekaplah aku
sayangi aku lagi ya allahku...


Citayam, 1 September 2009
Asep Sambodja