
Narasi Gempa
Kun fayakun
maka yang terjadi, terjadilah…
ketika kata menjelma gempa
dan tubuh menjadi luka
maka gedung-gedung pun runtuh
bukit-bukit longsor menguruk
dan airmata mengalir tak terbendung
jika ini takdir
sudah ribuan takdir mengakhiri
perjalanan hamba-hambaMu
jika ini kutukan
sudah berabad lalu
orang-orang tertimbun tanah pijakan
“Kepunyaan Allah di timur dan barat
maka kemana pun kamu menghadap
di situlah wajah Allah.” *)
barangkali kita harus terus berdoa
tak sedetik pun luput dari doa
karena ajal tak berjarak
dan kapan saja mengada
di depan kita
hingga tak ada lagi ruang tuk bergerak
“Almutu ayatul hubmis sadiq
Maut adalah alamat cinta yang sejati.” **)
aku pahami puing-puing
aku berdoa untuk serpihan tubuh
yang remuk
demi menjaga jiwa ini
agar tak terguncang lindu
Citayam, 10 Oktober 2009
*) Surat Al Baqarah ayat 115. Kun fayakun pada puisi di atas dikutip dari Surat Al Baqarah ayat 117.
**) Dari sebuah tulisan Buya Hamka.
Kitab Gempa
sejarah luka termaktub dalam kitab gempa
jutaan orang telah membacanya
tapi ada yang mencoba menyungsang
dan mengingkarinya
kitab gempa luth menggoyang
laki-laki yang tak bisa mencintai perempuan
dan perempuan yang tak bisa mencintai laki-laki
kitab gempa musa mengguncang
orang-orang yang menyembah karyanya sendiri
dan abai padaNya
Tuhan,
tutuplah kitab-kitab gempa ini
dan cukupkan sampai di sini
Citayam, 10 Oktober 2009
Misteri G30S
Gerakan 30 September 1965
menyisakan misteri
matinya jutaan rakyat Indonesia
Gempa 30 September 2009
menyimpan memori
kuburan massal di Padang Pariaman
Citayam, 10 Oktober 2009
Asep Sambodja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar