Jumat, 30 Oktober 2009
Sajak Perlawanan Kaum Cicak
karya Tulus Widjanarko*
Kami tahu tanganmu mencengkeram gari
karena kalian adalah bandit sejati
Kami tahu saku kalian tak pernah kering
karena kalian sekumpulan para maling
Kami mahfum kalian memilih menjadi bebal
sebab melulu sadar pangkat kalian hanyalah sekadar begundal
Kami tahu kalian berusaha terlihat kuat menendang-nendang
demikianlah takdir para pecundang
Kami mengerti otak kalian seperti robot
meski demikian kalian sungguh-sungguh gemar berkomplot
Kami sangat terang kenapa kalian begitu menyedihkan
karena kalian memang hanyalah gerombolan budak
yang meringkuk jeri di mantel sendiri
Kami tahu kenapa kalian gemetar ketakutan
dan tanganmu menggapai-gapai sangsi ke udara
karena kalian tahu
Kami tidak takut kepadamu
Kami tidak takut kepadamu
dan akan melawan tak henti-henti
kami tahu
kalian gemetar,
Kami sangat tahu
kalian sungguh gemetar!
28/09
*Tulus Widjanarko, penyair dan wartawan Tempo
Selasa, 27 Oktober 2009
Surat Pramoedya Ananta Toer kepada Goenawan Mohamad
saya bukan nelson mandela
saya tidak memerlukan basa-basi
gampang amat gus dur minta maaf
dan mengajak rekonsiliasi
dia bicara atas nama siapa?
NU atau Presiden?
kalau NU, kenapa dia bicara sebagai presiden?
kalau presiden, kenapa DPR dan MPR dilewatkan?
biarkan DPR dan MPR yang bicara
tak usah presiden
yang saya inginkan adalah tegaknya hukum
dan keadilan di Indonesia
penderitaan kami adalah urusan negara
kenapa DPR dan MPR diam saja?
saya tidak mudah memaafkan orang
karena sudah terlalu pahit menjadi orang Indonesia
basa-basi baik saja
tapi hanya basa-basi
selanjutnya mau apa?
maukah negara menggantikan kerugian
orang-orang seperti saya?
minta maaf saja tidak cukup
dirikan dan tegakkan hukum
semuanya mesti lewat hukum
harus jadi keputusan DPR dan MPR
tidak bisa begitu saja basa-basi minta maaf
ketika saya dibebaskan dari Pulau Buru
saya menerima surat keterangan
bahwa saya tidak terlibat G30S/PKI
namun setelah itu tidak ada tindakan apa-apa
saya sudah kehilangan kepercayaan
saya tidak percaya gus dur
saya tidak percaya goenawan mohamad
kalian ikut mendirikan rezim orde baru
saya tidak percaya dengan semua elite politik Indonesia
tak terkecuali intelektualnya
mereka selama ini memilih diam
dan menerima fasisme
mereka ikut bertanggung jawab atas penderitaan
yang saya alami
bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan orba
dalam hitungan hari, minggu, atau bulan
mungkin saya akan mati
karena penyempitan pembuluh darah jantung
basa-basi tak lagi menghibur saya
Citayam, 27 Oktober 2009
Asep Sambodja
Catatan: Surat Pramoedya ini ditulis sebagai jawaban atas tulisan Goenawan Mohamad, “Surat Terbuka untuk Pramoedya Ananta Toer” yang dimuat di Majalah Tempo 3-9 April 2000, dan dimuat ulang dalam buku Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2004). Harian Kompas, 15 Maret 2000 menulis, “Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyatakan, sejak dulu, ketika masih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), dirinya sudah meminta maaf terhadap para korban Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI).”
Kepada Medy Loekito
tapi siapa bersamamu menjengukku?
menjenguk rangkaku?
aku tahu ada nonny, anggoro, tulus…
ada endo, badri, arumdono…
tapi siapa yang bersamamu?
penyairkah?
penyihir? semacam peri?
bahwa kematian itu kepastian dalam hidup
malaikat pun tahu
penyair tua pun tahu
tapi apa yang kau berikan padaku
lewat belaian jemarimu itu?
lentik jarimu itu?
apa yang kau ucapkan dalam diammu?
ada yang kau lekatkan di keningku
saat kau sedih katakan:
“mas asep sakit, bung saut sakit…”
hidup seperti sebuah puisi
yang harus segera diselesaikan
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Pidato Rendra saat Menerima Achmad Bakrie Award 2006
“Manjing ing kahanan
nggayuh karsaning Hyang Widhi
masuk dalam kontekstualitas
meraih kehendak Allah”
dengan rasa hormat
dan perasaan yang tulus
saya ucapkan terima kasih
kepada Freedom Institute
dan Keluarga Bakrie
yang dengan khidmat
meneruskan cita-cita dan laku kebajikan
almarhum Achmad Bakrie
“masuk dalam kontekstualitas itu
bekalnya rewes, kepedulian
dan sih katresnan, cinta kasih”
saya juga ucapkan simpati yang dalam
kepada Keluarga Bakrie
yang terlanda musibah
terseret dalam kemelut
yang diciptakan PT Lapindo Brantas
yang telah melakukan kesalahan fatal
dalam eksplorasi yang mengakibatkan banjir lumpur
di Jawa Timur
“ananingsung marganira
ananira marganingsung
aku ada karena kamu
kamu ada karena aku”
tiga desa telah tenggelam
dan tak bisa dihuni lagi
lima belas pabrik yang mempekerjakan 1.736 karyawan
terpaksa tutup
dan menimbulkan masalah sosial ekonomi
delta Sungai Brantas yang subur
yang proses pembentukannya berabad-abad
melebihi usia peradaban manusia
hancur tertimbun lumpur
untuk selama-lamanya
saya yakin
Keluarga Bakrie tidak akan berpangku tangan
dan pasti akan mengerahkan
segenap usaha untuk bertanggung jawab
atas kecerobohan pekerja
dan orang-orang di PT Lapindo Brantas
Citayam, 26 Oktober 2009
Asep Sambodja
Minggu, 25 Oktober 2009
Panembahan Rendra
Puisi-puisi Asep Sambodja
Panembahan Rendra
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
segala upeti segala korupsi
ditulis penyair dalam puisi
kini bukan saatnya bicara cinta
karena cinta adalah kabut
dan asap belerang
yang mencemari kejernihan berpikir
dan berpendapat
penyair selalu setia
pada keindahan kejujuran
keindahan kesederhanaan
kebersahajaan
dalam kata dan tutur kata
penyair adalah mimpi buruk
bagi penguasa
yang lupa diri
yang rakus
dan tamak
Citayam, 25 Oktober 2009
Mempertimbangkan Rendra
ketika udara Jakarta sumpek dengan kata
sarat dengan sampah kata-kata
kau tampilkan teater minikata
untuk melindungi kata
dari polusi mulut-mulut knalpot
dari bising kata
ketika mulut-mulut terkunci
tak bisa bicara
bahkan berbisik pun adalah bencana
dan bisa cilaka
kau bikin perkampungan kaum urakan
di Parangtritis
membebaskan orang-orang berteriak
dan menangis
pada laut
berteriak melawan gelombang
dan angin selatan
melawan belenggu
diam membisu
Citayam, 25 Oktober 2009
Kita Butuh Seribu Rendra
ketika penyair-penyair salon
bicara tentang konde dan sisir
dan bibir dan hati murung
dan tak tahu derita rakyat
Rendra bicara apa adanya
tentang DPR yang tertutup
sarang laba-laba
tentang pendidikan yang jauh
dari persoalan kehidupan
tentang orang-orang kepanasan
tentang pelacur-pelacur Jakarta
yang disuruhnya mlorotin
moral dan duit dan celana pejabat
dan ia dipenjara
kita butuh seribu Rendra
atau lebih
untuk bicara apa adanya
menguak sarang laba-laba
di lembaga wakil kita
menguak pejabat-pejabat korup
dan suka melacur
dan sebagainya dan seterusnya
dan siap dipenjara
karena perjuangan
adalah pelaksanaan kata-kata
demikianlah Rendra
Citayam, 25 Oktober 2009
Di Citayam Rendra Bersujud
kabut susut
dalam liang
angin beringsut
membuka ruang
ia datang dari jauh
ke Citayam yang lusuh
orang-orang datang mengaduh
dan ia tak mengeluh
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
meninggalkan kenangan yang bertumpuk
di Citayam, di Citayam
kau akan dikenang
sepanjang siang
sepanjang malam
selamanya kan kukenang
Rendra, Rendra
sujudmu demikian khusyuk
demikian merasuk
Citayam, 25 Oktober 2009
Makam Penyair
Puisi adalah makam para penyair
setiap saat kita menziarahinya
menabur bunga-bunga makna
membaca ayat-ayat lama
Puisi adalah makam para penyair
namanya terpatri di batu nisan
abadi dalam kesunyian
jadi tempat terindah
para peziarah
Puisi adalah makam para penyair
Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra
dan siapa saja duduk di dalamnya
duduk seperti patung Ganeca
dan kita mempelajarinya
sampai habis kata
sampai habis nyawa
Citayam, 25 Oktober 2009
Biodata singkat:
Asep Sambodja lahir di Solo, 15 September 1967. Lulus dari Jurusan Sastra Indonesia FSUI Depok pada 1993. Sejak 1990-2003 menjadi wartawan di berbagai media, seperti Bintang Indonesia, Sinar, Ummat, dan Satunet.com. Sejak 2005 menjadi pengajar di Program Studi Indonesia FIB UI Depok. Buku puisinya yang telah terbit adalah Menjelma Rahwana (1999), Kusampirkan Cintaku di Jemuran (2006), dan Ballada Para Nabi (2007). Ia juga menulis buku Cara Mudah Menulis Fiksi (2007).
Minggu, 18 Oktober 2009
Ong, Setelah Ibu Pertiwi dalam Keadaan Hamil Tua
setelah ibu pertiwi dalam keadaan hamil tua
dan seterusnya dan seterusnya
onghokham mengalami gangguan mental
sebagai sejarawan ia bersuara lantang
menentang pembantaian 1965-1966
dan ia dipenjara
ia mencoba mengamati peristiwa demi peristiwa
pembunuhan jenderal yang dirasanya aneh
apalagi beredar kabar-kabar burung
yang semakin menambah bingung
ia tak kuasa menahan perasaannya yang murni
saat menyaksikan pembantaian orang-orang PKI
di Jawa Timur, tempat asalnya
ong sejatinya takut
jika PKI berkuasa
karena inflasi akan semakin meninggi
dan hidup semakin tak pasti
tapi ia menentang pembantaian
yang dilakukan terhadap orang-orang
yang tak berdosa
di penjara ia merenung
“kehidupan saya membosankan dan monoton
saya adalah seorang yang tak dianggap penting
saya suka gagasan, misalnya, membuat penting
semua perasaan dan emosi saya
tapi tidak bisa dan tidak tahu caranya.”
di rumah, ong mencatat
“ketika saya mengalami gangguan mental
saya mencoba memecahkan pertanyaan
siapa diri saya?
saya hampir mempercayai semua yang dikatakan orang
mengenai diri saya
saya bertentangan dengan orang-orang yang ingin
menjadikan diri saya ‘seseorang atau sesuatu’
sementara saya ingin tetap menjadi diri sendiri”
Citayam, 19 Oktober 2009
Asep Sambodja
Catatan: Puisi ini diilhami sepenuhnya dari Pernyataan Onghokham mengenai biografinya dan peristiwa-peristiwa yang membuatnya mengalami gangguan mental. Tulisan berbahasa Inggris tersebut dibuat atas permintaan dr. Kusumanto Setyonegoro. Kemudian tulisan tersebut diterjemahkan oleh Ruth McVey karena dianggap memiliki bobot historis. Selengkapnya baca Onghokham (2009), Soekarno, Orang Kiri, Revolusi, dan G30S 1965. (AS)
Minggu, 11 Oktober 2009
Sabtu, 10 Oktober 2009
Narasi Gempa, Kitab Gempa, dan Misteri G30S
Narasi Gempa
Kun fayakun
maka yang terjadi, terjadilah…
ketika kata menjelma gempa
dan tubuh menjadi luka
maka gedung-gedung pun runtuh
bukit-bukit longsor menguruk
dan airmata mengalir tak terbendung
jika ini takdir
sudah ribuan takdir mengakhiri
perjalanan hamba-hambaMu
jika ini kutukan
sudah berabad lalu
orang-orang tertimbun tanah pijakan
“Kepunyaan Allah di timur dan barat
maka kemana pun kamu menghadap
di situlah wajah Allah.” *)
barangkali kita harus terus berdoa
tak sedetik pun luput dari doa
karena ajal tak berjarak
dan kapan saja mengada
di depan kita
hingga tak ada lagi ruang tuk bergerak
“Almutu ayatul hubmis sadiq
Maut adalah alamat cinta yang sejati.” **)
aku pahami puing-puing
aku berdoa untuk serpihan tubuh
yang remuk
demi menjaga jiwa ini
agar tak terguncang lindu
Citayam, 10 Oktober 2009
*) Surat Al Baqarah ayat 115. Kun fayakun pada puisi di atas dikutip dari Surat Al Baqarah ayat 117.
**) Dari sebuah tulisan Buya Hamka.
Kitab Gempa
sejarah luka termaktub dalam kitab gempa
jutaan orang telah membacanya
tapi ada yang mencoba menyungsang
dan mengingkarinya
kitab gempa luth menggoyang
laki-laki yang tak bisa mencintai perempuan
dan perempuan yang tak bisa mencintai laki-laki
kitab gempa musa mengguncang
orang-orang yang menyembah karyanya sendiri
dan abai padaNya
Tuhan,
tutuplah kitab-kitab gempa ini
dan cukupkan sampai di sini
Citayam, 10 Oktober 2009
Misteri G30S
Gerakan 30 September 1965
menyisakan misteri
matinya jutaan rakyat Indonesia
Gempa 30 September 2009
menyimpan memori
kuburan massal di Padang Pariaman
Citayam, 10 Oktober 2009
Asep Sambodja
Minggu, 04 Oktober 2009
Padang 7,6 Skala Richter
Puisi-puisi Asep Sambodja
Padang Gempa
bencana ini menghantam-hantam dadaku
sudah berkali-kali Indonesia dihantam gempa
membabibuta dimana-mana
lempengan-lempengan bumi meradang karena luka
meruyak meruak kemana-mana
dan kini Padang pun meradang karena luka
terkoyak tercabik-cabik gempa
Indonesia berduka
aku terluka
terluka
luka
Citayam, 2 Oktober 2009
Padang Luka
Ia membuat tanda di jalan-jalan
Ia merubuhkan gedung dan bukit-bukit
mereka menangis dan menahan sakit
Ia mengutus lebih dari 1.000 malaikat pencabut nyawa
lebih dari 1.000 orang mati
dan Padang pun terluka
anjing-anjing dikerahkan mengendus
orang-orang yang terkubur dinding beton
dan terpendam dalam tanah basah
aku seperti terbiasa membaca gempa
beribu orang mendadak mati
berjuta orang harus tabah lagi
Padang terluka, namun
Ia senantiasa menyimpan rahasia
Rahasia
yang hanya bisa terkuak
lewat jalan mati
Citayam, 2 Oktober 2009
Padang Tangis
ia berupaya tak mengeluarkan airmata
karena tahu, apalah guna airmata
bagi rumah rubuh tergoyang gempa
sungguh, ia berupaya bisa menerima semua ini,
takdir ini, dengan tidak menangis
ia bertahan pada keyakinannya
bahwa Tuhan segala-galanya
pembuat rencana
ia tetap yakin
bahwa inilah teguranNya
agar kita tak memalingkan muka
karenanya ia mencoba tak mengeluarkan airmata
tapi tangis anak yang dibimbing
dan bayi yang menatap sunyi
dalam gendongan
tak bisa membuatnya bertahan
ia memang tak menangis
tapi seluruh tubuhnya luka
jiwanya hampa
Citayam, 4 Oktober 2009
Kisah Orang-orang Dermawan Kita
aku selalu takjub pada orang-orang dermawan
yang muncul bagai laron-laron
berbondong menolong
lihatlah setelah gempa
mereka berduyun-duyun datang
bagai laron-laron
untuk membantu korban
aku selalu takjub pada mereka
yang datang seperti laron-laron itu
orang-orang dermawan itu menolong korban
bagaikan laron yang membutuhkan cahaya
mereka menolong yang mereka bisa
tanpa memikirkan diri sendiri
tak peduli sayap-sayap mereka
terbakar panas cahaya
orang-orang dermawan itu
selalu menakjubkanku
sungguh menakjubkan!
hingga terbaca olehku firman dariNya
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan.”
Citayam, 4 Oktober 2009
Doa Musa Sesudah Gempa*)
ya Allah
kalau Kau kehendaki
tentu Kau binasakan kami sebelum ini
apakah Kau membinasakan kami
karena perbuatan orang-orang bebal di antara kami?
itu hanyalah cobaan dariMu
Kau sesatkan dengan cobaan itu
siapa yang Kau kehendaki
dan Kau beri petunjuk
pada yang Kau kehendaki
Kaulah yang memimpin kami
maka ampuni kami
dan berilah rahmat
Kaulah pemberi ampun
yang sebaik-baiknya
dan tetapkan untuk kami
kebajikan di dunia dan akhirat
sesungguhnya kami kembali bertobat
padamu ya Allah
Citayam, 4 Oktober 2009
*) dari surat Al A’raaf ayat 155-156